About

Pages

Senin, 13 Juli 2009

Pacar Air

pacarair.jpg

PACAR AIR
Nama latin: Impatiens balsamina L.

Nama daerah: Gembong; Pacar banyu; Pacar toyo; Paru inai; Bunga tabo; Laka kecil; Bunga jawelu

Deskripsi tanaman: Herba tegak, batangnya berair, tinggi 0,3-0,8 m. Daun berbentuk mata tombak, sampai pangkal bergerigi tajam, ukuran 6-15 kali 2-3 cm. Bunga bertangkai terdiri atas 1-3 buah, kelopak samping 2 mm berbentuk corong miring menyerupai taji sepanjang 20 mm. Bermahkota 5 lembar, 4 berbentuk jantung terbalik berkuku dan yang kelima lepas. Buah berbentuk elips, pecah menurut ruang secara tiba-tiba

Habitat: Tumbuh di pekarangan rumah pada ketinggian 1-900 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Biji ; Bunga ; Daun.

Kandungan kimia: Minyak lemak; Ikatan naftokinon; Lawsoue.

Khasiat: Antirematik; Emenagog.

Nama simplesia: Impatiens balsaminae Semen, Impatiens balsaminae Flos


Resep tradisional:

Haid tidak teratur


Bunga pacar air segar 6 g; Rimpang temu putih 6 g; Daun jung rahab 4 g; Air 115 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 1 kali sehari 100 ml.
Kanker
Biji pacar air 4 g; Daun tapak dara 4 g; Air 110 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 1 kali sehari 100 ml.



Pacing

pacing.jpg

PACING

Nama latin: Costus speciosus J. Sm.

Nama daerah: Pacing tawar; Setawar; Sitawar; Poncang-pancing; Tawar-tawar; Tabar-tabar

Deskripsi tanaman: Herba tegak, 0,5-1,5 m. Daun pacing nyaris tak bertangkai, kalaupun ada hanya 1,5 cm panjangnya, berlidah pendek. Helaian daun berbentuk mata tombak, ukuran 9-37 kali 3-10 cm. Bunga duduk berbentuk terminal rapat, berwarna merah muda atau putih. Daun pelindung memanjang runcing berdiri tempel. Kelopak tidak rontok, serupa tulang segitiga, mahkota membentuk tabung 1×0,5 cm. Tajuk bulat telur, ujung runcing pendek. Buahnya bersegi tiga merupakan buah kotak berwarna merah dengan biji.

Habitat: Tumbuh liar di hutan, di ladang dan di tempat-tempat yang tanahnya agak lembab. Ada juga ditanam di halaman sebagai tanaman hias.

Bagian tanaman yang digunakan: Rimpang

Kandungan kimia: Diosgenin; Dioscin; Gracilin; Sitosserol; Methyl tritri acontanoate; 8 hydroxy triacontan-25-one,5 alfa-stigmast-9(11)-en-3-beta-01,24-hydroxyaontan-26-one; 24 hydroxyacontan-27-one

Khasiat: Diuretik; Antipiretik; Antipruritik

Nama simplesia: Costi Rhizoma


Resep tradisional:

Kontrasepsi (KB)
Rimpang pacing 10 g; Buah pace 1 buah; Air 3 gelas, Semua bahan direbus sampai mendidih lalu sisakan airnya 1 gelas kemudian disaring setelah dingin diminum, Minumlah setiap hari setelah menstruasi selama 10 hari dengan cara berturut-turut.
Busung air
Rimpang pacing 12 g; Herba kumis kucing 7 g; Air 130 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml
.
Eksem
Rimpang pacing segar secukupnya; Rimpang kunyit 1 buah; Air sedikit, Dipipis hingga berbentuk pasta, Borehkan pada bagian kulit yang sakit



Pandan Wangi

pandanwangi.jpg

PANDAN WANGI

Nama latin: Pandanus amaryllifolius Linn

Nama daerah: Pandan harum; Pandan rampe; Pandan room; Pandan rum

Deskripsi tanaman: Tumbuhan semak. Daun berbentuk pita, panjangnya sampai 8 cm, berbau wangi. Berakar gantung, dengan akar tinggal dan akar gantungnya, tumbuh menjalar, hingga dalam waktu singkat akan merupakan rumpun yang lebat.

Habitat: Tumbuh liar ditepi sungai, rawa, dan tempat tempat lain yang tanahnya lembab sampai setinggi 500 m dpl.

Bagian tanaman yang digunakan: Daun

Kandungan kimia: Alkaloida; Saponin; Flavonoida; Tanin; Polifenol; Zat warna

Khasiat: Sedatif; Stomakik; Tonik

Nama simplesia: Pandanuseae Folium


Resep tradisional:
Lemah syaraf
Daun pandan 5 lembar; Air 300 ml, Direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum pagi dan sore






Patikan Cina

patikancina.jpg

PATIKAN CINA

Nama latin: Eupherbia prostata Ait

Nama daerah: Patikan gelang pasir; Kameniran; Kimules

Deskripsi tanaman: Terna, tegak atau merayap. Batang dan daun berwarna hijau dan kemerahan, bila dipatahkan mengeluarkan getah. Daun bersirip genap berhadapan, bentuk bulat telur, bau wangi. Bunga berwarna merah muda

Habitat: Tumbuh liar pada dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Seluruh bagian tanaman

Kandungan kimia: Glikosida; Samponin; Apigenin; Tarakserol; Tirukalol; Tanin; Euforbin; Kuersetin

Khasiat: Antiinflamasi; Diuretik; Antipiretik ; Thymifoliae Herba


Resep tradisional:
Disentri basiler
Herba patikan cina segar 1 genggam; Herba meniran 2 tanaman; Rimpang temu laeak 7 keping; Air 110 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 1 kali sehari 100 ml.
Dubur keluar
Herba patikan cina 6 g; Air 110 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 1 kali sehari 100 ml.



Patikan Kebo

patikankebo.jpg

PATIKAN KEBO

Nama latin: Euphorbia hirta L

Nama daerah: Patikan kebo; Patikan jawa; Mangkokan

Deskripsi tanaman: Tanaman herba yang tegak atau memanjat atau menjalar banyak tumbuh secara liar di kebun, di ladang, di tepi sungai. Daunnya berbentuk taji dan berbulu berwarna hijau, merah kecoklatan. Batang berwarna merah coklat dan berbulu juga.

Habitat: Dapat tumbuh sampai 1400 m dpl.

Bagian tanaman yang digunakan: Seluruh bagian tumbuhan

Kandungan kimia: Flavonoid; Glikosida; Sterol; Eufosterol; Jambulol; Asam melisat; Asam forbat; Alkolid; Gula; Tanin.

Khasiat: Antiinflamasi; Hemostatik; Ekspektoran; Spasmolitik; Diuretik; Antipuritik.

Nama simplesia: Hirtae Herba


Resep tradisional:


Batuk
Patikan kebo 1,2 g; Jahe 48 g; Manis jangan 4,8 g; Kapulogo 1,2 g; Cengkeh 4,8 g; Sirih 14,4 g; Saga 2,4 g; Poko 1,3 g; Gula 78 g; Air 120 ml, Patikan kebo; Jahe; Sirih; Saga; dan Poko dipotong=potong dan direbus sampai mendidih; kemudian disaring; manis jangan dipotong-potong; kapulogo di tumbuk; cengkeh direbus lagi dengan air hasil saringan tadi sampai mendidih; disaring digunakan untuk merebus gula sampai diperoleh 120 ml sirup, Diminum; Dewasa 3 kali sehari; 1-2 sendok makan; anak-anak 3 kali sehari; 1-2 sendok teh.
Bronkhitis
Herba patikan kebo segar yang belum berbunga 10 g; Air secukupnya, Dipipis, Diminum 1 kali sehari 1/4 cangkir.
Sakit tenggorokan
Patikan kebo yang belum berbunga 10 tanaman; Air 110 ml, Direbus sampai mendidih, Untuk berkumur 1 kali sehari 100 ml; bila perlu dapat diencerkan dengan air hangat; sebagian dapat ditelan






Papaya

pepaya.jpg

PAPAYA

Nama latin: Carica papaya L

Nama daerah: Kates; Telo gantung; Gedang

Deskripsi tanaman: Semak berbentuk pohon, pohon dengan batang yang lurus bulat silindris, kadang-kadang bercabang, sebelah dalam berongga serupa spons, tinggi antara 2,5-10 m. Daun bertangkai panjang menyerupai pipa dan helai daunnya berbentuk jari, daun berjejal pada ujung batang dan ujung cabang. Bunganya hampir selalu berkelamin satu dan berumah dua. Bunga jantan pada tandan dan bertangkai panjang, kelopak sangat kecil, mahkota bunga berbentuk terompet. Bunga betina kebanyakan berdiri daun mahkota lepas atau hampir lepas, berwarna putih kekuning-kuningan. Buahnya bulat telur memanjang. Buah pepaya mentah berwarna hijau dan menjadi kuning kemerahan bila sudah masak. Berbiji banyak yang dibungkus selaput berisi cairan, didalamnya berdiri tempel.

Habitat: Bisa ditanam mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 100 m dpl. banyak ditanam di halaman rumah, dikebun dan banyak diusahakan di perkebunan.

Bagian tanaman yang digunakan: Daun ; Biji ; Getah buah ; Akar ; Bunga

Kandungan kimia: Alkaloid papaina; Karpaina; Pseudokarpaina; Glikosida karposid; Saponin; Karisina; Papaina; Papayatimina; Fitoklimasa; Karatinoid; Pektin; Galaktosa; Asam galakturonat

Khasiat: Stomakik; Emenagog; Antelmintik; Anti inflamasi; Antelmintik; Diuretik

Nama simplesia: Caricae Folium


Resep tradisional:
Obat cacing
Akar pepaya 1 jari tangan; Bawang putih 1 umbi; Air 100 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 2 kali sehari; tiap kali minum 100 ml.
Demam dan mulas
Daun pepaya muda segar 1 helai; Daging buah asam secukupnya; Air 100 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 2 kali sehari; tiap kali minum 100 ml.
Haid yang disebabkan karena kecapaian
Daun pepaya muda segar 1-2 helai; Garam sedkit; Air secukupnya, Dipipis, Diminum 1 kali sehari 1/4 cangkir.
Malaria
Daun pepaya muda segar 1 helai; Meniran 5 tanaman; Air 100 ml, Direbus atau dipipis, Diminum 1 kali sehari 100 ml (infus); 1/4 cangkir (pipisan).
Nyeri sendi
Akar pepaya(potongan)1/2 botol sirup; Garam dapur 2 sendok makan; Kayu putih 2 sendok makan; Arak secukupnya, Semua ramuan dimasukkan kedalam botol; ditambah arak sampai penuh ; kemudian jemur di panas matahari selama 10 hari, Digosokkan pada sendi-sendi yang sakit; sesaat sebelum tidur.




Prasman

prasman.jpg

PRASMAN

Nama latin: Eupatorium triplinerve Vahl

Nama daerah: Ayapana; Godong prasman; Raja panah; Jukut prasman

Deskripsi tanaman: Semak, batang berkayu, beruas-ruas, warna merah muda. Daun tunggal berhadapan, helaian daun bentuk lanset, warna hijau keunguan. Perbungaan tumbuh di ujung batang, warna hijau kemerahan

Habitat: Tumbuh liar pada daerah dataran rendah sampai 1600 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Daun

Kandungan kimia: Minyak atsiri; Kumarin; Ayapin; Ayapinim

Khasiat: Antitusif; Diaforetik; Stimulan

Nama simplesia: Eupatorii Folium


Resep tradisional:


Busung air


Daun prasman 9 helai; Air 110 ml, Direbus atau diseduh, Diminum 1 kali sehari 100 ml.

Demam


Daun prasman 9 helai; Daun gambir hutan 1 genggam; Herba meniran 5 tanaman; Rimpang temu lawak 7 keping; Air 115 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 1 kali sehari 100 ml.

Sariawan usus

Daun prasman 5 helai; Daun jintan 3 helai; Herba meniran 5 tanaman; Buah anyang-anyang 5 butir; Rimpang temu lawak 5 keping; Akar kelembak 3 g; Air 120 ml, Direbus sampai mendidih, Diminum 1 kali sehari 100 ml.




Pulosari

pulasari.jpg

PULOSARI

Nama latin: Alyxia stellata Rest. Sch

Nama daerah: Palasari; Pulosari; Pulawaras

Deskripsi tanaman: semak, merambat, batang berkayu bulat, bercabang, warna hijau. Daun tunggal, lonjong, warna putih kehijauan. Perbungaan bentuk malai, di ketiak daun, mahkota bentuk corong, warna putih. Buah kecil, bulat telur, warna hijau.tat: Tumbuh merambat di hutan-hutan di daerah pegunungan.

Bagian tanaman yang digunakan: Seluruh bagian tanaman

Kandungan kimia: Andrografin; Andrografoloid; Panikulin

Khasiat: Stomakik; Karminatif; Antispasmodik; Antitusif; Emenagog

Nama simplesia: Alyxiae Cortex


Resep tradisional:


Sariawan ;Mulas

Kulit kayu pulosari (serbuk)1 sendok teh; Buah adas (serbuk)10 butir; Pisang batu masak 2 buah; Pisang batu mengkal 2 buah; Air sedikit, Serbuk pulasari dan Adas diseduh dengan air panas; pada seduhan ditambahkan pisang batu; kemudian diremas dan diperas.


Pule Pandak


pulepandak.jpg


PULE PANDAK

Nama latin: Rauwolfia serpentina Benth

Nama daerah: Akar tikus

Sifat Kimiawi : Mengandung alkaloid, terdiri dari 3 group yaitu alkaline kuat : quarterary ammonium compound serpentine, sarpagine dan samantine, penyerapan jelek jika digunakan per-oral ; tertiary amine derivate yohimbine, ajmaline, ajmalicine, tetraphylline dan tetraphyllicine ; alkaline lemah secondary amines reserpine, rescinnamine, deserpidine, raunesine dan canescine.

Efek Farmakologis : Akar – rasa pahit, dingin, sedikit beracun. Penenang dan penurun tekanan darah, melancarkan sirkulasi, menghilangkan sakit, penurun panas dalam dan panas liver, anti radang. Batang dan Daun – Pahit, manis, sejuk. Menolak angin, menurunkan tekanan darah, melancarkan darah beku.

Deskripsi tanaman: Perdu rendah, tingginya 30-50 cm. Daun tunggal berbentuk anak tombak berujung lancip. Pada masa vegetatif, satu ruas terdiri dari 3 daun. Mahkota bunga bagian luar putih, bagian dalam beralur kemerahan, membentuk tabung kecil dengan bagian tengah berbentuk pundi-pundi. Membentuk karangan dipuncak batang, tapi pada masa vegetatif selanjutnya karangan bunga terdesak ke samping oleh kuncup hingga yang mula-mula terminalis akan berubah axialis. Buah batu berbiji dua yang menonjol, tampak dari luar, mula-mula hijau lalu merah dan akhirnya hitam mengkilat.

Habitat: Tumbuh pada daerah berdrainase baik pada ketinggian 50-300 m dpl.

Bagian tanaman yang digunakan: Akar

Kandungan kimia: Alkaloid ajmalina; Serpentina; Alstonina; Reserpina; Sarpagina; Yohimbina; Alkaloid

Khasiat: Antiinflamasi; Hipotensif; Sedatif; Analgesik; Antipiretik

Nama simplesia: Rau wolfiae Radix, Mustelae Radix


Resep tradisional:

Tekanan darah tinggi
Akar pule pandak 0,7 g; Air 110 ml, Direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum 1 kali sehari 100 ml





Pulutan

pulutan.jpg

PULUTAN

Nama latin: Urena lobata L

Nama daerah: Pungpulutan; Pungpurutan; Legetan; Polot; Kaporata

Deskripsi tanaman: Perdu, tinggi 1-2 meter, batang berkayu, berbulu lebat, berwarna ungu. Daun tunggal, bulat telur, berbulu warna hijau sampai ungu. Bunga tunggal, di ketiak daun, warna merah. Buah kotak, tertutup rambut seperti sikat warna cokelat, biji, segitiga putih

Habitat: Tumbuh pada tanah sedikit cahaya matahari, tidak lembab pada dataran rendah hingga 1750 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Akar ; Seluruh bagian tanaman

Kandungan kimia: Alkaloid; Garam kalium

Khasiat: Antiinflamasi; Antirematik; Hemostatik; Antipiretik

Nama simplesia: Urenae lobatae Radix, Urenae lobatae Herba


Resep tradisional:


Disentri, Sakit perut, Demam
Akar pulutan 2 jari tangan; Tepung garut 1 sendok makan; Air 2 gelas, Direbus sampai mendidih, Diminum sebagai pengganti minum air teh



Pegagan


pegagan.jpg

PEGAGAN
[Centella Asiatica]

Famili : Umbelliferae atau Apiaceae

Daerah : Rumput kaki kuda, Antanan gede, Panegowang atau kisu-kisu

Centella terdiri dari sekitar 40 spesies dengan ragam yang berbeda-beda di Indonesia, dimana penyebarannya terbatas, kecuali C.asiatica yang penyebarannya sampai Asia Tenggara dan meluas ke berbagai negara sub-tropis. Tanaman ini telah digunakan untuk proses penyembuhan agar lebih baik, perbaikan ingatan, kanker, kekebalan, jamu, penyakit pernafasan, perawatan penyakit pada kulit (seperti psoriasis dan eczema), memperbaiki bekas luka, nyeri haid, menguatkan urat, pembersih darah, tekanan darah tinggi, obat penenang, obat anti-stress, anti-cemas, dan perangsang, peningkat kekebalan, dan penyesuaian tubuh, dan lain-lain.

Sifat Kimiawi : Asiaticoside, thankunside, isothankunside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids, garam K, Na, Ca, Fe, vellarine, tatin, mucilago, resin, pektin, gula, vitamin B

Efek Farmakologis : Sifatnya manis dan sejuk, anti infeksi, anti racun, penurun panas, asiaticoside dan vellarine. Daun : sebagai atringensia dan tonikum ; Pegagan dikenal untuk revitalisasi tubuh dan otak yang lelah dan untuk kesuburan wanita. Memperbaiki sirkulasi dengan revitalisasi pembuluh darah

Bagian tanaman yang digunakan : Seluruh tanaman
Cara budidaya : Menggunakan stolon dan akar tunggang (bonggol). Stolon berakar/bertunas dipotong-potong sepanjang 2.5 cm dan tanam langsung. Dalam 14 hari sudah tumbuh.

Penyakit yang dapat disembuhkan dan cara penggunaannya.

1 Infeksi batu saluran kencing/kencing keruh : rebus 30 gr daun segar dgn air beras bilasan.
2 Susah kencing : Lumatkan 30 gr pegagan segar, tempel dipusar.
3 Pembengkakan hati : rebus 240-600 gr pegagan segar dan minum secara rutin
4 Campak : Rebus 60 -120 gr pegagan segar, minum secara rutin.
5 Bisul : pegagan segar 30-60 gr, direbus, diminum, pegagan segar dilumatkan dan ditempel ke bisul
6 Mata merah, bengkak : pegagan, cuci bersih, lumatkan dan saring, airnya diteteskan ke mata 3-4 x sehari
7 Batuk darah, muntah darah, mimisan : Rebus 60-90 gr daun segar dan diminum
8 Batuk kering : segenggaman segar dilumatkan, peras dan ditambah air serta gula batu secukupnya lalu minum
9 Darah Tinggi : Daun 20 lb, direbus dengan 3 gls air menjadi 2.25 gls, minum 3 x 1/4 gelas
10 Wasir : rebus 3-4 pohon pegagan dengan 2 gelas air selama 5 menit lalu diminum.
11 Keracunan gelsemium, elegans, arsenic : rebus 15-30 gr segar lalu minum





Mahkota Dewa

mahkotadewa.jpg

MAHKOTADEWA

Sebagian ahli botani menamai mahkota dewa berdasarkan tempat asalnya, yaitu Phaleria papuana Warb. var. Wichannii (Val.) Back. Namun, sebagian yang lain menamainya berdasarkan ukuran buahnya yang besar-besar (makro), yaitu Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Sebutan atau nama lain untuk mahkota dewa cukup banyak. Ada yang menyebutnya pusaka dewa, derajat, mahkota ratu, mahkota raja, trimahkota. Di Jawa Tengah, orang menyebutnya dengan nama makuto mewo, makuto rojo, atau makuto ratu. Orang Banten menyebutnya raja obat. Nama ini diberikan karena pohon ini mampu mengobati aneka penyakit. Sementara itu, orang Cina lebih suka menyebutnya pau yang berarti obat pusaka. Tidaklah mengejutkan jika beberapa orang pun menginggriskan namanya menjadi the crown of god.

Nama-nama lain yang sangat bagus itu umumnya dimunculkan berdasarkan khasiat yang dikandung pohon ini. Nama-nama lain itu juga mengandung daya tarik. Begitu hebatnya daya tarik itu sampai-sampai negara lain pun sudah meliriknya. Ini terbukti dengan adanya pesanan ekspor pohon mahkota dewa ke Singapura. Pesanan ini memang tidak dipenuhi karena sayang sekali kalau sampai negara lain yang mengembangkannya, bahkan lalu mematenkannya.

Meskipun banyak yang memberikan nama berkonotasi bagus kepada pohon ini, ada juga orang yang memberikan nama berkonotasi sebaliknya. Contohnya, di Depok, Jawa Barat, nama lain mahkota dewa adalah buah simalakama. Walaupun cukup mengagetkan, sebutan ini sebetulnya cukup beralasan. Soalnya, bagi penderita suatu penyakit, jika dimakan melebihi takaran, buah mahkota dewa akan menyebabkan efek negatif yang tidak diharapkan, dari sariawan hingga pusing dan mual-mual. Namun, jika tidak dimakan, penyakitnya malah mungkin tidak bisa disembuhkan. Memang, dalam mengonsumsi buah ini, dosis yang benar-benar tepat harus diperhatikan.

Sampai saat ini banyak penyakit yang berhasil disembuhkan dengan mahkota dewa. Beberapa penyakit berat (seperti sakit lever, kanker, sakit jantung, kencing manis, asam urat, reumatik, sakit ginjal, tekanan darah tinggi, lemah syahwat dan ketagihan narkoba) dan penyakit ringan (seperti eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga) bisa disembuhkan dengan pohon ini. Mahkota dewa bisa digunakan sebagai obat dalam, dengan cara dimakan atau diminum, dan sebagai obat luar, dengan cara dioleskan atau dilulurkan. Melihat begitu banyak penyakit yang bisa disembuhkannya, sebutan pusaka para dewa memang layak disematkan untuk pohon ini.

Kaya Kandungan Kimia

Masalah yang mengganjal terhadap pemakaian mahkota dewa sebagai tanaman obat adalah terbatasnya pembuktian-pembuktian ilmiah akan kegunaan pohon ini. Selama ini pembuktian yang ada sebagian terbesar masih berupa pembuktian empiris, pembuktian yang hanya berdasarkan pada pengalaman pengguna.

Literatur-literatur yang membahasnya pun sangat terbatas. R. Broto Sudibyo, Kepala Bidang Pelayanan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta, menguatkan keterbatasan literatur ini. Dalam literatur kuno pun, keterangan mengenai mahkota dewa sangat terbatas. Hanya kegunaan biji buah yang bermanfaat sebagai bahan baku obat luar, misalnya untuk obat kudis, yang dibahas.

Dari penelitian ilmiah yang sangat terbatas itu diketahui bahwa mahkota dewa memiliki kandungan kimia yang kaya. Itu pun belum semuanya terungkap. Dalam daun dan kulit buahnya terkandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Selain itu, di dalam daunnya juga terkandung polifenol.

Seorang ahli farmakologi dari Fakultas Kedokteran UGM, dr. Regina Sumastuti, berhasil membuktikan bahwa mahkota dewa mengandung zat antihistamin. Zat ini merupakan penangkal alergi. Dengan begitu, dari sudut pandang ilmiah, mahkota dewa bisa menyembuhkan aneka penyakit alergi yang disebabkan histamin, seperti biduren, gatal-gatal, selesma, dan sesak napas. Penelitian dr. Regina juga membuktikan bahwa mahkota dewa mampu berperan seperti oxytosin atau sintosinon yang dapat memacu kerja otot rahim sehingga persalinan berlangsung lebih lancar.

Pembuktian empiris yang ada cukup banyak. Kasusnya juga berbeda-beda, dari yang berat sampai yang sepele. Kasus Tuti di atas hanyalah salah satu contoh. Pembuktian empiris juga dapat ditemui di sebuah pesantren yang getol menangani korban obat-obat psikotropika. Bahkan, beberapa orang dokter yang mengidap penyakit cukup gawat pun sudah membuktikan khasiat mahkota dewa.

Pembudidayaan Mahkota Dewa

Bagian-bagian Pohon

Pohon mahkota dewa termasuk anggota famili Thymelaecae. Sosoknya berupa pohon perdu. Tajuk pohon bercabang-cabang. Ketinggiannya sekitar 1,5—2,5 meter. Namun, jika dibiarkan, bisa mencapai lima meter. Mahkota dewa bisa sampai berumur puluhan tahun. Tingkat produktivitasnya mampu dipertahankan sampai usia 10 hingga 20 tahun.

Pohon mahkota dewa terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akarnya berupa akar tunggang. Panjang akarnya bisa sampai 100 cm. Akar ini belum terbukti bisa digunakan untuk pengobatan.

Batangnya terdiri dari kulit dan kayu. Kulitnya berwarna cokelat kehijauan, sementara kayunya berwarna putih. Batangnya ini bergetah. Diameternya mencapai 15 cm. Percabangan batang cukup banyak. Batang ini secara empiris terbukti bisa mengobati penyakit kanker tulang.

Daun mahkota dewa merupakan daun tunggal. Bentuknya lonjong-langsing-memanjang berujung lancip. Sekilas menyerupai bentuk daun jambu air, tetapi lebih langsing. Teksturnya pun lebih liat. Warnanya hijau. Daun tua berwarna lebih gelap daripada daun muda. Permukaannya licin dan tidak berbulu. Permukaan bagian atas berwarna lebih tua daripada permukaan bagian bawah. Pertumbuhannya lebat. Panjangnya bisa mencapai 7—10 cm, dengan lebar 3—5 cm. Daun mahkota dewa termasuk bagian pohon yang paling sering dipakai untuk pengobatan. Pemanfaatannya dilakukan dengan cara merebusnya. Penyakit yang dapat disembuhkan antara lain lemah syahwat, disentri, alergi, dan tumor.

Bunga mahkota dewa merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam kelompok 2—4 bunga. Pertumbuhannya menyebar di batang atau ketiak daun. Warnanya putih. Bentuknya seperti terompet kecil. Baunya harum. Ukurannya kira-kira sebesar bunga pohon cengkeh. Bunga ini keluar sepanjang tahun atau tak kenal musim, tetapi paling banyak muncul pada musim hujan. Bunga mahkota dewa belum terbukti dapat digunakan untuk pengobatan.

Buah mahkota dewa merupakan ciri khas pohon mahkota dewa. Bentuknya bulat, seperti bola. Ukurannya bervariasi, dari sebesar bola pingpong sampai sebesar apel merah. Penampilannya tampak menawan, merah menyala. Pada malam hari, jika terkena sinar lampu, tampak seperti berkilau. Apalagi jika sudah tua. Penampilan buah mahkota dewa memang tampak merangsang selera untuk memakannya. Namun, hati-hati. Memakannya berarti harus bersiap-siap untuk setidaknya merasakan mabuk atau pusing. Buah ini mampu tumbuh dengan cukup lebat. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji.

Saat masih muda, kulitnya berwarna hijau. Namun, saat sudah tua, warnanya berubah menjadi merah marun. Ketebalan kulit sekitar 0,5—1 mm. Daging buah berwarna putih. Ketebalan daging bervariasi, tergantung pada ukuran buah. Dalam pengobatan, kulit dan daging buah tidak dipisahkan. Jadi kulit tidak perlu dikupas dulu. Saat masih muda, rasa kulit dan daging ini sepet-sepet pahit. Namun, saat sudah tua, rasanya berubah menjadi sepet-sepet agak manis. Jika dimakan langsung akan menimbulkan bengkak di mulut, sariawan, mabuk, bahkan keracunan. Karenanya, tidak dianjurkan untuk memakannya langsung. Dianjurkan pemanfaatan kulit dan daging buah dengan cara merebusnya terlebih dahulu. Kulit dan daging buah ini antara lain mampu mengobati flu, rematik, sampai kanker rahim stadium akhir. Kulit dan daging buah juga termasuk bagian pohon yang paling sering digunakan untuk pengobatan.

Cangkang buah adalah batok pada biji. Jadi, cangkang ini bagian buah yang paling dekat dengan biji. Cangkang buah berwarna putih. Ketebalannya bisa mencapai 2 mm. Rasa cangkang buah juga sepet-sepet pahit, tetapi lebih pahit daripada kulit dan daging. Juga tidak dianjurkan untuk memakannya langsung. Soalnya, dapat menyebabkan mabuk, pusing, bahkan pingsan. Pemanfaatannya juga dianjurkan dengan cara merebusnya. Cangkang ini terbukti dapat digunakan untuk pengobatan, antara lain dapat menyembuhkan penyakit kanker payudara, kanker rahim, sakit paru-paru, dan sirosis hati. Seperti daun dan kulit serta daging buah, cangkang juga termasuk bagian pohon yang paling sering digunakan untuk pengobatan. Cangkang ini lebih mujarab dibandingkan dengan kulit dan daging buah.

Seperti bentuk buahnya, biji buah juga bulat. Warnanya putih. Diameternya mencapai 2 cm. Biji ini sangat beracun. Jika tergigit akan menyebabkan lidah kaku, mati rasa, dan badan meriang. Karenanya, biji ini hanya digunakan untuk obat luar sebagai obat oles. Biji ini terbukti dapat digunakan untuk mengobati aneka penyakit kulit. Pemanfaatan biji dilakukan dengan cara mengeringkan dan menyangrainya sampai gosong.

Sangat tidak dianjurkan untuk memakan buah mahkota dewa mentah-mentah. Soalnya, akibat yang ditimbulkannya cukup serius. Di Depok pernah ada yang mencoba memakan buahnya begitu saja. Hasilnya, orang itu langsung mabuk. Di Yogyakarta juga pernah ada yang mencoba menelan bijinya mentah-mentah. Hasilnya lebih parah. Dia merasakan tubuhnya sangat panas, seperti terbakar api, dan buang-buang air terus-menerus. Namun, setelah tidur, keesokan harinya, tubuhnya terasa sangat segar. Memang, hanya orang-orang tertentu yang merasa tidak bermasalah dalam mengonsumsi mahkota dewa mentah-mentah.

Ibu-ibu yang hamil muda dilarang mengonsumsi mahkota dewa. Soalnya, kemampuan mahkota dewa yang bisa meningkatkan kontraksi otot rahim sangat berbahaya bagi kondisi kehamilan.

Efek yang biasanya muncul setelah mengonsumsi mahkota dewa adalah serangan rasa kantuk. Efek seperti ini normal-normal saja. Efek yang lain adalah mabuk. Untuk menghilangkan efek ini, perbanyaklah minum air putih. Dosis mahkota dewa pun perlu dikurangi jika meminumnya lagi. Jika mabuk lagi, hentikan pemakaian sementara.

Untuk penyakit-penyakit dalam dan sangat serius seperti misalnya kanker rahim setelah mengkonsumsi Mahkota Dewa badan bisa panas dingin dan kadang kala mengeluarkan gumpalan darah yang berbau busuk. Hal ini merupakan proses membersihkan penyakit.

Awalnya, selain sebagai tumbuhan obat, mahkota dewa berfungsi sebagai pohon peneduh. Karena pohon ini juga tampak indah, terutama bunga dan buahnya, banyak orang yang memfungsikannya sebagai pohon hias. Meskipun indah, pohon ini sebenarnya mengandung racun. Racun ini terutama tersimpan di dalam bijinya. Karenanya, sikap berhati-hati perlu dikembangkan dalam menanam, mengonsumsi, dan mengolah hasil pohon ini. Bahkan setelah menjadi ramuan obat sekalipun, jika pemakaiannya melebihi dosis yang dianjurkan, efek-efek negatif yang tidak diharapkan bisa tetap muncul.

Uniknya, menurut seorang peneliti dari Gajah Mada, tanaman yang beracun biasanya justru sangat bagus untuk menanggulangi tumor dan kanker ganas. Analoginya, ular kobra terkenal dengan bisanya yang sangat mematikan, tetapi darahnya sangat manjur untuk pengobatan. Sebetulnya, bukan hanya mahkota dewa yang beracun. Beberapa pohon obat lain pun beracun. Dalam buku Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker, dr. Setiawan Dalimarta menuliskan dua belas pohon beracun yang manjur untuk menyembuhkan kanker. Pohon-pohon itu adalah bidara laut, tapak dara, ceguk, daun encok, jarak, kamboja merah, kayu manis cina, ki tolod, leunca, pacar air, sikas, dan tali putri. Selain itu tanaman keladi tikus juga amat beracun.

Dari Dataran Rendah sampai Dataran Tinggi

Mahkota dewa tergolong pohon yang mampu hidup di berbagai kondisi, dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Pohon ini mampu hidup di ketinggian 10—1.200 meter dpl (dari permukaan laut). Namun, pertumbuhannya paling baik jika ditanam di ketinggian 10—1.000 meter dpl.

Sampai saat ini belum ada orang yang secara serius mengupayakan perbanyakan mahkota dewa. Salah satu sebabnya mungkin karena pembudidayaannya yang memang susah-susah gampang. Yang sudah diketahui dengan pasti, mahkota dewa bisa ditanam di tanah pekarangan atau kebun, dan bisa juga ditanam di dalam pot. Pohon ini akan tumbuh dengan sangat baik jika ditanam di tanah yang gembur dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Pohon yang ditanam di dalam pot pertumbuhannya tidak setinggi yang ditanam di kebun atau pekarangan.

Perbanyakan pohon bisa dilakukan secara vegetatif dan secara generatif. Dari sekian cara perbanyakan vegetatif, hanya pencangkokan yang telah menunjukkan keberhasilan. Dengan setek batang belum ada hasilnya.

Sebetulnya, pencangkokan agak sulit dilakukan karena batang mahkota dewa sangat bergetah. Pencangkokan baru bisa dilakukan jika batang yang dikupas sudah mulai mengering. Pencangkokan juga sebaiknya dibantu dengan krim hormon perangsang pertumbuhan akar.

Hal yang perlu dilakukan dalam mencangkok adalah memberikan tambahan air bila tak ada hujan. Kurangi cabang yang terlalu panjang dan banyak. Kurangi juga daunnya bila terlalu lebat. Dalam waktu 2—3 minggu, akar batang yang dicangkok sudah mulai tumbuh. Cangkokan bisa dipindahkan ke media penanaman setelah usianya mencapai 6 – 8 minggu

Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan biji. Perbanyakan dengan cara ini paling banyak dilakukan karena memang paling mudah. Kelemahannya, pertumbuhan pohon lebih lama.

Dalam perbanyakan dengan biji, mula-mula petik buah yang benar-benar sudah tua atau matang di pohon, ambil bijinya yang tersembunyi di balik cangkangnya, kemudian semaikan biji itu di tempat persemaian dengan media sekam bakar dicampur dengan kompos. Setelah bertunas, pindahkan ke media penanaman permanen, baik di pekarangan maupun di dalam pot.

Biji yang dipilih untuk disemaikan adalah biji yang benar-benar bagus. Ciri biji yang bagus adalah berisi penuh saat dipegang, keras, tidak kempes, dan tidak cacat dimakan ulat.

Saat penyemaian, perawatan yang perlu dilakukan adalah memperhatikan kelembapan medianya. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan hand sprayer atau semprotan yang lembut. Pemupukan tidak boleh menggunakan pupuk kimia karena bisa mengurangi khasiat obatnya. Yang paling aman menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang yang sudah tak berbau.

Tanaman dipindahkan ke media penanaman setelah berumur dua bulan atau ketinggiannya sudah mencapai 10—15 cm. Cara memindahkannya dengan melubangi bagian bawah polybag lalu memasukkannya ke lubang tanam. Setelah dipindahkan ke media penanaman permanen, perawatan yang perlu dilakukan adalah menyiraminya setiap hari dan memberikan pupuk kandang atau pupuk kompos dua minggu sekali.

Media penanaman di pekarangan atau kebun sama dengan media untuk tanaman buah pada umumnya. Media penanaman di dalam pot adalah tanah, kompos atau pupuk kandang, pasir atau sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Pot yang digunakan sebaiknya berukuran diameter 30 cm dan tinggi 40 cm. Bahannya bisa dari tanah, plastik, kayu, atau kaleng.

Di samping memiliki kelemahan seperti disebut di atas, penanaman di dalam pot memiliki banyak keunggulan. Yang paling menonjol adalah penempatannya yang bisa dilakukan di mana pun. Bisa di dalam kamar, di atas kamar, di atas pagar, di atas got, atau bisa pula di atas genting. Penanamannya pun bisa dilakukan secara vertikultur. Penanaman secara vertikultur ini, di banyak negara seperti Jepang dan Cina, menyumbangkan hasil pertanian yang cukup dominan.

Dalam umur 10—14 hari sejak biji disemai, daun-daun mulai tumbuh. Bunga mulai kelihatan ketika pohon sudah berusia 8—12 bulan. Sementara itu, buah akan muncul saat pohon berusia 10—12 bulan. Buah ini akan sangat bagus pertumbuhannya jika penyiraman dilakukan dengan rutin dan teratur. Soalnya, buah mahkota dewa memerlukan banyak air.

Buah bisa dipetik saat sudah berusia dua bulan. Saat itu buah sudah matang. Cirinya, antara lain, kulit buah sudah berwarna merah marun dan berbau manis seperti aroma gula pasir. Jika sudah matang, sebaiknya buah langsung dipetik. Pemetikan jangan ditunda sebab buah bisa membusuk. Buah yang busuk kualitasnya sudah menurun. Begitu juga dengan khasiatnya. Menurut hasil penelitian, buah yang matang maupun mentah kandungannya sama. Hanya saja, jika akan dibuat menjadi minuman instan hendaknya gunakan buah yang benar-benar matang. Sebaliknya, untuk pengobatan sakit kanker, justru lebih baik memanfaatkan buah yang masih mentah dan hijau.

Pemupukan

Untuk mendapatkan mahkota dewa yang berkualitas, sebaiknya hindari pemupukan dengan menggunakan pupuk-pupuk anorganik. Cukup gunakan pupuk organik saja. Pemakaian pupuk anorganik akan mempengaruhi kandungan kimiawi daun dan buah mahkota dewa.

Pupuk organik bisa dibuat sendiri dengan cara-cara yang sederhana misalnya:

1. membusukkan sampah rumah tangga dengan membuatkan lobang di tanah, bila sudah penuh, uruk dengan tanah. Untuk mempercepat pembusukan bisa menggunakan sirup manis 3 sendok makan. Bisa juga menggunakan bakteri M-Bio.Berikan tanda ditempat tersebut, dua bulan kemudian sampah tersebut bisa dijadikan pupuk.

2. Bila tanaman sudah berumur sepuluh bulan perlu diberikan pupuk buah yang alami buatan sendiri, yakni dengan membakar sampah organic yang kering, sekam padi atau lebih bagus lagi sampah-sampah dari daun dan ranting Mahkota Dewa. Pembakarannya jangan semua jadi abu, bila sampah atau sekam sudah nampak membara segera siram dengan air, biarkan hingga dingin. Sebulan sekali tanah disekitar pohon di dangir atau digemburkan., taburkan sampah organic di sekitar pohon.

3. Bisa juga memanfaatkan kepala udang atau sampah ikan dan daging, tanam disekitar pohon. Untuk menghindari semut bisa memanfaatkan biji Mahkota Dewa, cengkeh dan tembakau yang dibuat tepung.

4. Keringkan tahi kambing, kotoran sapi, ayam dan kotoran hewan lainnya. Bila sudah tidak berbau, kotoran tersebut bagus untuk pupuk.

Bagian dari TOGA

Ada yang mendefinisikan pohon atau tanaman obat sebagai pohon yang salah satu, sebagian, atau seluruh bagiannya mengandung zat atau bahan yang berkhasiat menyembuhkan penyakit. Bagian yang dimaksud bisa daun, batang, akar, umbi, buah, atau bunga. Dari definisi di atas, yang termasuk pohon obat yang tumbuh di Indonesia ternyata setidaknya terdiri dari 940 jenis pohon. Mahkota dewa hanyalah satu satu jenisnya.

Dalam penanamannya, pohon-pohon obat itu bisa dibentuk menjadi suatu taman obat. Istilah yang populer untuk menyebut taman ini adalah TOGA, taman obat keluarga. TOGA ini bisa dirancang di kebun kecil, pekarangan, atau di dalam rumah. Salah satu patokan yang harus dipegang dalam merancang TOGA, terutama yang di pekarangan atau di dalam rumah, adalah faktor estetika atau keindahan taman dan rumah. Jangan sampai kehadirannya justru merusak pemandangan. Untuk itu, harus ada semacam ‘penyesuaian’ antarpohon serta antara pohon dan benda-benda lain, seperti kolam, lampu, jalan setapak, atau kandang-kandang. ‘Penyesuaian’ ini bersifat sangat relatif, tergantung pada selera pemilik.

TOGA sangat bermanfaat bagi keluarga. Selain sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan sendiri untuk menyembuhkan aneka penyakit, hasil TOGA juga bisa dijual. Sayangnya, minat masyarakat Indonesia dalam membuat TOGA masih kurang. Penyebabnya antara lain sebagai berikut.

1. Masyarakat Indonesia terbiasa dengan hal-hal yang praktis. Harus diakui, meramu TOGA membutuhkan waktu dan sedikit pengetahuan, sedangkan obat-obatan modern bersifat sangat praktis. Kepraktisan ini juga digembar-gemborkan oleh aneka media massa melalui iklan.

2. Kurangnya lahan untuk merancang TOGA. Padahal, ini bukan alasan. Soalnya, TOGA bisa dirancang di atas kamar sekalipun.

3. Sulitnya mendapatkan bibit-bibit pohon obat. Memang ada beberapa pohon obat yang bibitnya sulit didapat. Namun, banyak juga yang bibitnya sangat gampang didapat.

4. Kurangnya pemahaman akan manfaat dan cara pengolahan TOGA. Kendala ini hanya bisa diatasi dengan kesadaran sendiri untuk mencari informasi tentang manfaat dan cara mengolah atau merancang TOGA.

Dilihat dari polanya, penanaman pohon obat di TOGA ada dua cara. Pertama, penanaman secara monokultur. Artinya, satu jenis tanaman obat ditanam secara berkelompok di satu areal tanam. Kedua, penanaman secara tumpang sari. Artinya, beberapa jenis obat ditanam secara berbarengan di satu areal tanam. Kedua pola di atas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Salah satu kelemahan monokultur adalah adanya kesan monoton.

Mahkota dewa bisa ditanam secara monokultur ataupun secara tumpang sari. Untuk menghindari kesan monoton, sebaiknya mahkota dewa ditanam secara tumpang sari. Mahkota dewa bisa ditanam dengan daun dewa, sambiloto, atau kumis kucing. Dalam penanaman di dalam pot, mahkota dewa bisa disandingkan dengan handeuleum, cengkaruk, atau keji beling.

Dalam menanam mahkota dewa, kehati-hatian mutlak diperlukan. Jangan sampai pohon ini dapat ‘dipermainkan’ oleh anak kecil, terlebih balita. Soalnya, bisa saja buahnya dipetik lalu coba-coba dimakan olehnya. Ini tentu sangat berbahaya.

Bibit mahkota dewa bisa diperoleh di beberapa penjual khusus bibit pohon obat-obatan. Bibit ini bisa juga diperoleh di beberapa penjual ramuan tradisional. Harganya bervariasi, tergantung pada umur pohon dan buah yang muncul. Makin tua pohon, makin mahal harganya. Pohon yang sudah berbuah juga lebih mahal daripada pohon yang belum berbuah. Pada tahun 2001, harga pohon yang belum berbuah sekitar Rp40.000. Untuk yang sudah berbuah, harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

Pembasmian Musuh Alami

Mahkota dewa mempunyai musuh alami berupa hama pengganggu. Hama yang biasanya muncul adalah belalang, kutu putih, dan ulat buah. Pemberantasan hama ini jangan menggunakan pestisida sebab racun atau residu pestisida dapat menempel dan tertinggal di bagian-bagian pohon. Dikhawatirkan residu ini terbawa atau tidak hilang ketika mahkota dewa diracik menjadi obat-obatan. Akibatnya, alih-alih menyembuhkan, malah penyakit tambahan yang didapat.

Pembasmian musuh alami ini sebaiknya menggunakan pestisida buatan sendiri yang terbuat dari campuran tembakau, mamba, lengkuas, serai, sabun colek, daun sambiloto, brotowali, bawang putih, dan biji srikaya yang dihancurkan. Jika tidak semuanya tersedia, beberapa bahan bisa diabaikan. Bahkan, jika susah mendapatkan semua bahan di atas, biji mahkota dewa itu sendiri bisa dipergunakan untuk membasminya.

Contoh formula untuk membuat pestisida:

- daun mimba 8 kg
- lengkuas 6 kg
- serai 6 kg
- sabun colek 20 gr
- air 20 lt

Cara membuatnya sebagai berikut. Tumbuk-haluslah daun mimba, lengkuas, dan serai. Campurkan. Masukkan campuran tersebut ke dalam ember besar. Tambahkan 20 liter air. Aduk sebentar, lalu diamkan selama 24 jam. Keesokan harinya, saringlah dengan kain halus. Masukkan sabun colek yang telah dilarutkan dengan sedikit air ke dalam campuran. Setelah itu, tambahkan lagi 60 liter air. Sebaiknya air yang digunakan adalah air panas atau air hangat. Penggunaan air panas atau hangat ini akan memperbesar kelarutan bahan aktif dalam air sehingga pestisida akan bekerja lebih cepat.

Cara mengaplikasikan pestisida buatan itu adalah dengan langsung menyemprotkannya pada hama pengganggu, baik yang sendiri maupun yang berkelompok. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mencegah penguraian bahan aktif akibat teriknya matahari. Frekuensi penyemprotan umumnya dilaksanakan dua sampai tiga kali dengan selang waktu tiga hari.

Pemanenan

Dalam memanen mahkota dewa, perhatikan dulu bagian apa yang akan dipanen. Soalnya, cara memanen setiap bagian pohon mahkota dewa berbeda-beda. Contohnya, cara memanen daun tidak sama dengan cara memanen buah. Untuk lebih jelasnya, perhatikan petunjuk umum berikut.

1. Daun yang dipanen adalah daun yang masih segar dan tidak terkena penyakit. Daun yang dipanen sebaiknya yang sudah cukup tua. Cirinya, bentuknya paling besar dibandingkan dengan daun lain. Warnanya pun lebih gelap.

2. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah benar-benar matang dan sehat atau tidak terkena penyakit. Cirinya, tampak segar, tidak memiliki cacat sekecil apa pun, dan berwarna merah marun.

3. Biji yang diambil untuk obat adalah biji dari buah yang sudah benar-benar matang tadi.

4. Khusus untuk tujuan pengobatan kanker dan lever petiklah buah yang masih berwarna hijau namun cukup tua, tandanya warna buah hijau tua.

5. Batang. Batang yang diambil adalah batang yang sudah cukup umur. Cirinya, warna cokelatnya lebih banyak daripada warna hijaunya.




Mengkudu


mengkudu.jpg

MENGKUDU

Nama latin: Morinda citrifolia L.

Sinonim : Bancudus latifolia, Rumph

Familia : Rubiaceae

Nama daerah: Mengkudu; Kudu; Kemudu; Cangkudu; Bengkudu; Keumudu; Lengkudu; Bakudu; Kodhuk; Pace; Benthis; Makudu; Mekudu; Bingkudu; Wangkudu; Kungkudu; Manakudu; Bangkulu; Pamarae; Neteu; Labannan; Tibah; Ai-kombo.

Deskripsi tanaman: Mengkudu (MORINDA CITRIFOLIA) termasuk jenis kopi-kopian. Mengkudu dapat tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian tanah 1500 meter diatas permukaan laut. Mengkudu merupakan tumbuhan asli dari Indonesi. Tumbuhan ini mempunyai batang tidak terlalu besar dengan tinggi pohon 3-8 m. Daunnya bersusun berhadapan, panjang daun 20-40 cm dan lebar 7-15 cm. Bunganya berbentuk bungan bongkol yang kecil-kecil dan berwarna putih. Buahnya berwarna hijau mengkilap dan berwujud buah buni berbentuk lonjong dengan variasi trotol-trotol. Bijinya banyak dan kecil-kecil terdapat dalam daging buah. Pada umumnya tumbuhan mengkudu berkembang biak secara liar di hutan-hutan atau dipelihara orang pinggiran-pinggiran kebun rumah.

Habitat: Tumbuh liar di tepi pantai dan ditanam di seluruh Nusantara. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada lahan dengan ketinggian 1-1500 m dpl.

Bagian tanaman yang digunakan: Buah ; Akar ; Daun

Komposisi :
Buah buni tumbuhan mengkudu yang telah masak mempunyai aroma yang tidak sedap, namun mengandung sejumlah zat yang berkhasiat untuk pengobatan. Adapun kandungan zat tersebut antara lain morinda diol, morindone, morindin, damnacanthal, metil asetil, asam kapril, sorandiyiol, Alkalaoid; Antrakuinon; Alzarin;

Khasiat: Hipotensif; Autelmintik; Emenagog.

Nama simplesia: Morindae citrifoliae Fructus
Resep tradisional:
Amandel
Buah mengkudu (parut)1 buah; Air matang 100 ml, Diseduh lalu beningannya ditambah madu satu sendok teh, Untuk berkumur; ramuan tidak berbahaya bila tertelan.
Limpa membesar
Buah mengkudu (parut)2 buah; Cuka encer sedikit, Peras dan saring, Diminum 1 hari sekali 1 ramuan.
Sariawan
Buah mengkudu (parut)1 buah; Buah pisang batu 2 buah; Air 110 ml, Diseduh, Diminum 1 kali sehari 100 ml.
Tekanan darah tinggi, Buah mengkudu (parut)1 buah; Air matang 100 ml, Diseduh, Diminum 1 kali sehari 100 ml.
Hipertensi
Bahan: 2 buah Mengkudu yang telah masak di pohon dan 1 sendok
makan madu.
Cara Membuat: buah mengkudu diperas untuk diambil airnya,
kemudian dicampur dengan madu sampai merata dan disaring.
Cara menggunakan: diminum dan diulangi 2 hari sekali.

Sakit Kuning
Bahan: 2 buah Mengkudu yang telah masak di pohon dan 1 potong
gula batu.
Cara Membuat: buah mengkudu diperas untuk diambil airnya,
kemudian dicampur dengan madu sampai merata dan disaring.
Cara menggunakan : diminum dan diulangi 2 hari sekali.

Demam (masuk angin dan infuenza)
Bahan: 1 buah Mengkudu dan 1 rimpang kencur;
Cara Membuat: kedua bahan tersebut direbus dengan 2 gelas air
sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring.
Cara menggunakan : diminum 2 kali 1 hari, pagi dan sore.

Batuk
Bahan: 1 buah Mengkudu dan ½ genggam daun poo (bujanggut);
Cara Membuat: kedua bahan tersebut direbus dengan 2 gelas air
sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring.
Cara menggunakan : diminum 2 kali 1 hari, pagi dan sore.

Sakit Perut
Bahan: 2-3 daun Mengkudu
Cara Membuat: ditumbuk halus, ditambah garam dan diseduh air
panas.
Cara menggunakan: setelah dingin disaring dan diminum.

Menghilangkan sisik pada kaki
Bahan: buah Mengkudu yang sudah masak di pohon.
Cara menggunakan: bagian kaki yang bersiisik digosok dengan buah
mengkudu tersebut sampai merata, dan dibiarkan selama 5-10 menit,
kemudian dibersihkan dengan kain bersih yang dibasahi dengan air
hangat.



Meniran

meniran.jpg

MENIRAN

Nama latin: Phyllanthus niruri L.

Nama daerah: Memeniran; Gosau na dungi; Gosau madungi roriha; Daun gendong anak

Deskripsi tanaman: Semak, tanaman semusim, tinggi 20-60 cm. Batang masif, bulat licin, tidak berambut, diameter 3 mm, berwarna hijau. Daun majemuk, berseling, anak daun 15-24, berwarna hijau, bentuk bulat telur, panjang 1,5 cm,lebar 7 mm, tepi rata, ujung tumpul, pangkal membulat. Bunga berwarna putih, tunggal, dekat tangkai anak daun. Buah kotak, bulat, diameter 2 mm, berwarna hijau keunguan. Biji kecil, keras, berwarna coklat.

Habitat: Meniran tumbuh liar di tempat lembab dan berbatu, seperti di sepanjang saluran air, semak-semak. Tumbuhan ini bisa ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1000 dpl.

Bagian tanaman yang digunakan: Seluruh tanaman

Kandungan kimia: Filantina; Hipofilantina; Kalium; Damar; Tanin

Khasiat: Membersihkan hati; Anti radang; Anti demam; Peluruh dahak; Peluruh haid; Penambah nafsu makan

Nama simplesia: Phyllanthi Herba




Mimba



mimba.jpg

MIMBA

Azadirachta indica Juss

Famili : Meliaceae

Daerah : Imbo, Alembha, Intaran, Margo Sier

Asing :

Sifat Kimiawi : Efek Farmakologis : Rasa pahit (kecuali daging buah – manis), netral, anti-diabetes, abti-piretik, anti bilious, merangsang dan mengaktifkan kelenjar

Bagian tanaman yang digunakan : Daun, Biji, Kulit Kayu dan Kayu

Cara budidaya : Menggunakan biji, cukup matahari dan sekitar 0 – 200 dpl


Resep tradisional:

Penyakit yang dapat disembuhkan dan cara penggunaannya.

Kencing Manis : 7 lembar daun dimasak dengan 3 gelas menjadi 1 gelas, minum pagi dan sore

Disentri/Diare : Sama dengan diatas
Malaria/Masuk Angin : sama dengan pengobatan Kencing Manis

Mindi Kecil

mindi.jpg

MINDI KECIL

( Melia azedarach L )

Famili : Meliaceae

Daerah : Renceh, Gringging, Mindi, Cakra-cikri

Asing :

Sifat Kimiawi : Kaya kandungan kimia, kulit batang dan akar mengandung toosendanin C30H38O11 dan komponen yang larut C30H140O12, margoside, kaemferol, resin, tanin, n-triacontane, beta-sitosterol dan triterpen kulinone. Biji : resin yang sangat beracun.

Efek Farmakologis : Bersifat rasa pahit, dingin dan sedkit beracun, obat cacing, membersihkan panas dan lembab, laxative, peluruh air kemih (diuretik)

Bagian tanaman yang digunakan : Kulit batang, Kulit akar dan daun, basah ataupun kering.

Penyakit yang dapat disembuhkan dan cara penggunaannya.

Cacingan : Kulit batang/akar segar 90 – 120 gr digodok dan diminum

Kudis : Kulit batang/akar digosok dan airnya buat cuci bagian yang sakit/gatal.





Lada



Lampes


lampes.jpg

LAMPES

Nama latin: Ocimum sanetum L

Nama daerah: Lampas; Klampas; Kemangi hutan; Kemangen; Ruruku; Ruku-ruku; Koroko; Balakama

Deskripsi tanaman: tanaman semak semusim, tinggi 30-150 cm. Batang berkayu, segi empat, beralur, bercabang, berbulu, warna hijau. Daun tunggal

Habitat: Tumbuh di tempat yang cukup mendapat sinar matahari, sampai ketinggian 600 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Daun ; Biji

Kandungan kimia: Minyak atsiri(eugenol); Metilkavikol; Musilago

Khasiat: Antipiretik; Ekspektoran; Diuretik; Diaforetik; Laksan

Nama simplesia: Ocimi sancti Folium


Kurang darah


Daun lampes 1/2 genggam; Daun plustru 2 lbr; Daun pepaya 1/2 lembar; Daun meniran 1/3 genggam; Lempuyang 1 jari; Air 5 gelas, Semua bahan direbus dengan air 5 gelas tadi hingga tinggal 2 gelas; sesudah dingin disaring, Diminum 2 kali sehari 1 gelas.





Langkuas



Lengkuas Merah

LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum )

Famili : Zingiberaceae

Daerah :

Asing :

Sifat Kimiawi : Rimpang mengandung saponin, tanin, flavonoida, minyak atsiri, sedangkan batang mengandung saponin, tanin dan flavonoida.

Efek Farmakologis : Bersifat anti jamur dan anti kembung

Bagian tanaman yang digunakan : Dari Rimpang.

Budi Daya : Perbanyak dengan anakan atau rimpang, pemeliharaan mudah, air cukup dan jaga kelembaban serta cukup pemupukan dasar.

Penyakit yang dapat disembuhkan dan cara penggunaannya.

Gangguan perut, kembung sebah

Panu, Kurap, Eksema

Bercak2 kulit dan tahi lalat (sproeten)

Demam diikuti pembesar an limpa, Masuk angin

Radang telinga

Bronchitis, Diare

Sakit gigi krn masuk angin

Obat kuat (aphrodisiak)

Legundi

legundi.jpg


LEGUNDI

Nama latin: Vitex trifolia L

Nama daerah: `Gendagari; Lagundi; Lagondi

Deskripsi tanaman: Tanaman berupa pohon, tinggi 5-8 meter. Batang berkayu, bulat, ranting berambut, warna putih kotor. Daun majemuk, terdiri atas tiga anak daun, bulat telur, ujung dan pangkal utmpul, tepi rata, pertulangan menyirip, warna hijau. Bunga majemuk, diujung cabang, bentuk malai, mahkota bentuk tabung, warna ungu. Buah batu, bentuk bola, diameter 2-5 mm, warna cokelat

Habitat: Tumbuhan liar hidup pada dataran tinggi sampai 1000 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Daun

Kandungan kimia: Minyak atsiri; L-pinen; Kamfen; Terpenil asetat; Diterpena alkohol; Mavonoid; Aukubin; Agnusit; Kastisin orientin; Iso orientin; Luteolin 7-glukosida

Khasiat: Analgesik; Diuretik; Diaforetik; Antiperik; Karminatif; Insektisit; Antelmintik

Nama simplesia: Vitecis Folium


Resep tradisional:
Batuk


Daun legundi 5 g; Rimpang kencur 6 g; Rimpang kunyit 6 g; Air 115 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml

Rahim membesar


Daun legundi 1 genggam; Rimpang temu hitam 6 g; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 1 ramuan

Nyeri limpa


Daun legundi segar 1 genggam; Cuka sedikit, Dipipis, Ditempelkan pada bagian perut sebelah kiri

Cacing


Buah legundi 7 g; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml




Lempuyang Emprit

lempuyangemprit.jpg

LEMPUYANG EMPRIT

Nama latin: Zingiber americans Bt

Nama daerah: Lempuyang pahit

Deskripsi tanaman: Tanaman herba berbatang semu, daun berbentuk lonjong. Bunga keluar dari batang dibawah tanah berbentuk bonggol, waktu muda kuncup berwarna hijau, setelah tua berwarna merah, mahkota bunga berwarna putih merah muda. Rimpang agak kecil, lebih berserat rasa pedas dengan bau yang khas

Habitat: Tumbuh liar pada daerah ternaungi oleh pohon-pohon besar pada ketinggian 1-1200 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Rimpang

Kandungan kimia: Minyak atsiri (Zerumbon, Limonen)

Khasiat: Stomakik

Nama simplesia: Zingiberis americansis Rhizoma


Resep tradisional:


Mencret


Rimpang lempuyang emprit 1 jari tangan; Rimpang kunyit 2 jari tangan; Buah ketumbat 12 butir; Buah kayu ules 1 butir; Rimpang temu kunci 1 rimpang; Daun trawas 1 helai; Rasuk angin (serbuk)1 sendok teh; Air 125 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml


Badan penat


Lempuyang emprit 3 rimpang; Buah sirih/cabai jawa 5 butir; Ragi sedikit; Air sedikit; Arak secukupnya, Dipipis hingga berbentuk pasta; kemudian tambahkan arak secukupnya, Dioleskan pada bagian yang terasa penat




Lempuyang Gajah

lempuyanggajah.jpg


LENG LENGAN

Nama latin: Leucas lavandulifolia.Smith

Nama daerah: Paci-paci (Sunda), sarap nornor (Madura). daun setan, ; Lenglengan, lingko-lingkoan, nienglengan, plengan (Jawa); Gofu hairan (Ternate), laranga (Tidore).

Deskripsi tanaman: Tumbuh liar di tanah kering sepanjang tepi jalan, tanah terlantar dan kadang ditanam di pekarangan sebagai tanaman obat. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian kurang dari 1.500 m dpi. Terna semusim, tegak, tinggi 20-60 cm. Batang berkayu, berbuku-buku, bentuknya segi empat, bercabang, berambut halus, warnanya hijau. Daun tunggal, letak berhadapan, bertangkai. Helaian daun bentuknya lanset, ujung dan pangkainya runcing, tepi bergerigi, panjang 1,5-10 cm, lebar 2-10 mm, warnanya hijau muda. Bunga kecil-kecil, warnanya putih berbentuk lidah, tumbuh tersusun dalam karangan semu yang padat. Buahnya buah batu, warnanya coklat. Biji bulat, kecil, warnanya hitam. Herba ini mempunyai khasiat yang sama dengan Leucas zeylanica (L.) R.Br. Perbanyakan dengan biji.

Habitat: Tumbuh di tegalan, di pinggir jalan yang kering pada ketinggian 1500 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Seluruh bagian tumbuhan

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Pahit, pedas, hangat. Penenang, antiseptik. KANDUNGAN KIMIA: Daun dan akar: Saponin, flavonoida dan tanin. Daun juga mengandung minyak atsiri.

Khasiat: Sedatif

Nama simplesia: Leucas lavanduli foliae Herba


Resep tradisional:



Batuk


Daun leng-lengan 3 g; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml.



Kejang


Daun leng-lengan (serbuk)1 sendok teh; Air mendidih 1 gelas, Diseduh, Diminum seperti minum teh; untuk anak-anak 3 kali sehari tiap kali minum 1 sendok teh.


Penenang


Daun leng-lengan 1 genggam; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml.




Leng Lengan


langlengan.jpg


LENG LENGAN

Nama latin: Leucas lavandulifolia.Smith

Nama daerah: Paci-paci (Sunda), sarap nornor (Madura). daun setan, ; Lenglengan, lingko-lingkoan, nienglengan, plengan (Jawa); Gofu hairan (Ternate), laranga (Tidore).

Deskripsi tanaman: Tumbuh liar di tanah kering sepanjang tepi jalan, tanah terlantar dan kadang ditanam di pekarangan sebagai tanaman obat. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian kurang dari 1.500 m dpi. Terna semusim, tegak, tinggi 20-60 cm. Batang berkayu, berbuku-buku, bentuknya segi empat, bercabang, berambut halus, warnanya hijau. Daun tunggal, letak berhadapan, bertangkai. Helaian daun bentuknya lanset, ujung dan pangkainya runcing, tepi bergerigi, panjang 1,5-10 cm, lebar 2-10 mm, warnanya hijau muda. Bunga kecil-kecil, warnanya putih berbentuk lidah, tumbuh tersusun dalam karangan semu yang padat. Buahnya buah batu, warnanya coklat. Biji bulat, kecil, warnanya hitam. Herba ini mempunyai khasiat yang sama dengan Leucas zeylanica (L.) R.Br. Perbanyakan dengan biji.

Habitat: Tumbuh di tegalan, di pinggir jalan yang kering pada ketinggian 1500 m dpl

Bagian tanaman yang digunakan: Seluruh bagian tumbuhan

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Pahit, pedas, hangat. Penenang, antiseptik. KANDUNGAN KIMIA: Daun dan akar: Saponin, flavonoida dan tanin. Daun juga mengandung minyak atsiri.

Khasiat: Sedatif

Nama simplesia: Leucas lavanduli foliae Herba


Resep tradisional:



Batuk


Daun leng-lengan 3 g; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml.



Kejang


Daun leng-lengan (serbuk)1 sendok teh; Air mendidih 1 gelas, Diseduh, Diminum seperti minum teh; untuk anak-anak 3 kali sehari tiap kali minum 1 sendok teh.


Penenang


Daun leng-lengan 1 genggam; Air 110 ml, Dibuat infus, Diminum 1 kali sehari 100 ml.




Leunca

leuncak.jpg

LEUNCA

Nama latin: Solanum nigrum L

Nama daerah: Rampi; Ranti; Piit; Boose; Bobase

Deskripsi tanaman: Tumbuhan semusim, tinggi 30-175 cm, bercabang bayak. Daunnya letaknya berseling, berkelompok, bentuk bulat telur, ujung dan pangkal meruncing, tepi berombak sampai rata. Bunga majemuk malai, jumlahnya 2-10 kuntum, warna putih atau lembayung. Bunga majemuk malai, jumlahnya 2-10 kuntum, warna putih atau lembayung. Buahnya buni, bulat, diameter 0,8-1 cm, terdapat dalam tandan, warna hijau, bila masak menjadi ungu kehitaman atau hitam, berkilap, berisi banyak biji. Rasanya renyah, sedikit, dan agak langu.

Habitat: Tumbuh liar di berbagai tempat pada dataran rendah sampai 3000 m dpl.

Bagian tanaman yang digunakan: Daun

Kandungan kimia: Glikoalkaloid solanin; Solasonin; Solamargin; Solasodin; Solanidin; Diosgenin; Tigogenin; Atropin; Saponin; Zat samak; Minyak lemak; Kalsium; Fosfor; Zat besi; Vitamin A dan C

Khasiat: Analgesik; Antiradang; Antibakteri

Nama simplesia: Solani Folium


Resep tradisional:

Demam

Daun leunca 70 g; Air 5 gelas, Direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum 3-4 kali sehari



Lidah Buaya

lidahbuaya.jpg

LIDAH BUAYA

Nama latin: Aloe vera Linn.

Sinonim :
Aloe barbadensis, Mill. Aloe vulgaris, Lamk.

Familia :
Liliaceae

Nama daerah: Ilat boyo; Letah buaya; Jadam Lidah buaya (Indonesia), Crocodiles tongues (Inggris); Jadam (Malaysia), Salvila (Spanyol), Lu hui (Cina);

Deskripsi tanaman: Tumbuhan liar di tempat yang berhawa panas atau ditanam orang di pot dan pekarangan rumah sebagai tanaman hias. Daunnya agak runcing berbentuk taji, tebal, getas, tepinya bergerigi/ berduri kecil, permukaan berbintik-bintik, panjang 15-36 cm, lebar 2-6 cm, bunga bertangkai yang panjangnya 60-90 cm, bunga berwarna kuning kemerahan (jingga), Banyak di Afrika bagian Utara, Hindia Barat. a. Batang Tanaman Aloe Vera berbatang pendek. Batangnya tidak kelihatan karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah. Melalui batang ini akan muncul tunas-tunas yang selanjutnya menjadikan anakan. Aloe Vera yang bertangkai panjang juga muncul dari batang melalui celah-celah atau ketiak daun. Batang Aloe Vera juga dapat disetek untuk perbanyakan tanaman. Peremajaan tanaman ini dilakukan dengan memangkas habis daun dan batangnya, kemudian dari sisa tunggul batang ini akan muncul tunas-tunas baru atau anakan. b. Daun Daun tanaman Aloe Vera berbentuk pita dengan helaian yang memanjang. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan, bersifaat sukulen (banyak mengandung air) dan banyak mengandung getah atau lendir (gel) sebagai bahan baku obat. Tanaman lidah buaya tahan terhadap kekeringan karena di dalam daun banyak tersimpan cadangan air yang dapat dimanfaatkan pada waktu kekurangan air. Bentuk daunnya menyerupai pedang dengan ujung meruncing, permukaan daun dilapisi lilin, dengan duri lemas dipinggirnya. Panjang daun dapat mencapai 50 – 75 cm, dengan berat 0,5 kg – 1 kg, daun melingkar rapat di sekeliling batang bersaf-saf. c. Bunga Bunga Aloe Vera berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa yang mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga berukuran kecil, tersusun dalam rangkaian berbentuk tandan, dan panjangnya bisa mencapai 1 meter. Bunga biasanya muncul bila ditanam di pegunungan. d. Akar Akar tanaman Aloe Vera berupa akar serabut yang pendek dan berada di permukaan tanah. Panjang akar berkisar antara 50 – 100 cm. Untuk pertumbuhannya tanaman menghendaki tanah yang subur dan gembur di bagian atasnya.

Habitat: Tumbuh liar di tempat yang berhawa panas.

Bagian tanaman yang digunakan: Daging daun

Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Rasa pahit, dingin. Anti radang, pencahar (Laxative), parasitiside. Herba ini masuk ke meridian jantung, hati dan pancreas. KANDUNGAN KIMIA: Aloin, barbaloin, isobarbaloin, aloe-emodin, aloenin, aloesin, Betabarboloin; Damar.

Khasiat: Anti inflamasi; Laksatif; Stomakik; Ekspektoran.

Nama simplesia: Succus Aloe inspissatus

Resep tradisional:
BAGIAN YANG DIPAKAI: Daun, bunga, akar, pemakaian segar,

KEGUNAAN:
1. Sakit kepala, pusing.
2. Sembelit (Constipation).
3. Kejang pada anak, kurang gizi (Malnutrition).
4. Batuk rejan (Pertussis), muntah darah.
5. Kencing manis (DM), wasir.
6. Peluruh. haid.
7. Penyubur rambut.

PEMAKAIAN:
Daun.. 10 – 15 gram, bila berbentuk pil: 1,5 – 3 gram.
Atau berupa bubuk (tepung) untuk pemakaian topikal.

PEMAKAIAN LUAR:
Daun dipakai untuk koreng, eczema, bisul, terbakar, tersiram air panas, sakit kepala (sebagai pilis), caries dentis (gigi berlubang), penyubur rambut.
a. Penyubur rambut:
Daun lidah buaya segar secukupnya dibelah, diambil bagian dalam
yang rupanya seperti agar-agar, digosokkan ke kulit kepala sesudah
mandi sore, kemudian dibungkus dengan kain, keesokan harinya
rambut dicuci. Dipakai setiap hari selama 3 bulan untuk mencapai
hasil yang memuaskan.

b. Luka terbakar dan tersiram air panas (yang ringan):
Daun dicuci bersih, ambil bagian dalamnya, tempelkan pada bagian
tubuh yang terkena api/air panas.

c. Bisul:
Daun dilumatkan ditambah sedikit garam, tempelkan pada bisulnya.





Tips Menghilangkan Sariawan Dengan Tanaman

Sariawan memang bukan penyakit mematikan. Namun, kalau penyakit ini hinggap di mulut, kita jadi sengsara. Untuk mengusirnya, bisa minta bantuan beberapa jenis tanaman yang mudah ditemukan di sekitar kita.

Mulut terasa nyeri, tak nyaman, dan di dalamnya muncul luka-luka menganga. Kalau kondisinya sudah begini, makan jadi tak enak, bicara pun jadi setengah 'pelo'. Itulah akibat ulah seriawan.

Lebih celaka lagi, bila penyakit rongga di mulut ini menimbulkan komplikasi berupa selulitis (radang sel) mulut akibat infeksi bakteri sekunder seriawan, infeksi dental (abses gigi), kanker mulut.

Gejala yang muncul akibat seriawan (atau sering juga disebut sariawan) sebenarnya bisa saja dicegah dengan menjaga kesehatan mulut. Kalau sudah kena, biasanya dilakukan pengobatan dengan preparat antihistamin, antacids, kortikosteroid, atau preparat penyejuk lainnya. Selain itu, juga hindari makanan panas dan pedas yang sering menambah nyeri "borok" di mulut tadi.

Daya bunuhnya 5 kali lipat

Dalam ilmu pengobatan tradisional atau alami, dikenal beberapa jenis tanaman yang sering disebut-sebut mampu menyembuhkan seriawan. Sebut saja daun sirih, daun saga telik, batang buah jambu mete, buah ketimun, dan nira aren.

Tanaman tersebut bisa dijadikan obat tunggal. Bisa pula digabungkan, seperti yang telah digunakan sebagai bahan dasar obat seriawan yang telah dijual bebas. Obat tersebut berbahan dasar daun saga telik, daun sirih, dan kulit kayu manis.

Kalau mau praktis, membeli obat tersebut memang tepat. Namun, seandainya di pekarangan kita tumbuh tanaman-tanaman yang memiliki kemampuan menyembuhkan seriawan, tentu lebih praktis bila membuat sendiri. Tinggal petik, diolah menjadi obat, lalu digunakan. Tak perlu lagi repot-repot tancap gas atau naik angkutan umum.

Sebut saja sekarang di halaman rumah tumbuh tanaman sirih (Piper betle L). Untuk menjadikannya obat, kita bisa mengunyah satu sampai dua lembar daun ini sampai lumat. Hasil lumatan dibiarkan beberapa saat dalam mulut, lalu ampasnya dibuang. Atau, berkumur dengan air godokannya. Kalau mau, airnya boleh ditelan. Dalam sehari bisa dilakukan satu sampai dua kali.

Tanaman yang berasal dari India, Sri Lanka, dan Malaysia ini telah dikenal sejak tahun 600 SM. Pada daunnya yang berbentuk bulat telur melebar, elips melonjong, atau bulat telur melonjong dengan pangkal berbentuk seperti jantung dan ujung meruncing pendek ini, terkandung minyak atsiri yang dapat menguap.

Di antaranya yang terbesar chavicol dan betlephenol. Aroma khas dari daun dan minyak sirih itu gara-gara kandungan chavicol tadi. Senyawa ini memiliki daya antiseptik yang kuat dan daya bunuh bakterinya bisa sampai 5 kali lipat fenol biasa.

Daun berukuran panjang 6 - 17,5 cm dan lebar 3,5 - 10 cm ini juga mengandung allylrocatechol, cineole, caryophyllene, menthone, eugenol, dan methyl ether. Bahkan, ia berisikan vitamin C dan alkaloid arakene yang khasiatnya sama dengan kokain. Beberapa tulisan ilmiah juga menyebutkan, daun sirih mengandung enzim diastase, gula dan tanin. Namun, daun muda mengandung diastase, gula dan minyak atsiri lebih banyak ketimbang yang tua. Sementara, taninnya relatif sama.

Senyawa yang membuat daun sirih mampu meredam seriawan memang belum terlacak. Yang pasti, dalam beberapa buku kuno India dan Yunani, seperti dikutip Darwis S.N., disebutkan daun yang merupakan bahan utama menginang ini memiliki sifat styptic (menahan perdarahan), vulnerary (menyembuhkan luka kulit), stomachic (obat saluran pencernaan), menguatkan gigi, dan membersihkan tenggorokan.

Ada pula yang menyatakan daun sirih selain memiliki kemampuan antiseptik, juga mempunyai kekuatan sebagai antioksidasi dan fungisida. Minyak atsiri dan ekstraknya pun mampu melawan beberapa bakteri gram + dan gram -. Bisa jadi di antara kemampuan itulah yang membuat penyakit seriawan tidak betah bertahan.

Saat ini di samping dijadikan salah satu bahan obat seriawan, daun sirih juga digunakan pada kelompok obat saluran pencernaan, sebagai ekspektoran, dan kelompok obat mulut dan gigi pada umumnya. Khusus penggunaannya dalam kelompok obat mulut dan gigi, bisa jadi merupakan hasil penelitian ilmiah berdasarkan pengalaman empiris masyarakat yang menggunakannya sebagai obat sakit gigi, peradangan atau pembengkakan gusi, abses rongga mulut, obat luka akibat pencabutan gigi, atau sebagai penghilang bau mulut. Tentu saja, termasuk juga sebagai obat seriawan.

Bisa ditelan

Dalam mengusir si seriawan, sirih bisa juga dipasangkan dengan daun saga telik atau saga areuy (Abrus precatorius .). Dengan memberi teman pada sirih diharapkan daya gempur terhadap seriawan semakin kuat. Sebab, menurut pengalaman dan hasil penelitian, daun saga pun punya kemampuan seperti daun sirih.

Karenanya, kalau mau menggunakan daun saga telik saja juga bisa. Daun tanaman setengah belukar yang melilit ke kiri dan merambat hingga bisa mencapai ketinggian 5 m bila tidak dipangkas ini, memang termasuk bahan obat seriawan yang bisa menyembuhkan dengan cepat dan aman.

Pemanfaatannya bisa dengan beberapa cara. Di antaranya dengan mengunyah daunnya satu atau dua kali sehari hingga sembuh. Jumlah yang dikunyah ya secukupnya saja. Bisa pula dengan berkumur air godokannya bersama daun sirih.

Atau, dengan meminum air rebusannya. Caranya, dengan merebus 2 ons daun saga dalam 2 l air hingga airnya tinggal setengahnya. Air rebusan inilah yang digunakan untuk berkumur dan ditelan. Rasanya mula-mula pahit, tapi kemudian rasa ini berubah menjadi manis macam kayu manis. Ramuan ini bisa pula diberi potongan kayu manis secukupnya.

Menurut Chiang dkk. (1983), seperti dikutip O. Udin S.D. dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, daun tanaman merambat yang berbiji sebesar kacang kedelai berwarna merah berbintik hitam ini mengandung abruslactone A., methyl abrusgenate, dan abrusgenic acid.

Sementara, bukti tertulis lain menyebutkan daun tanaman yang dalam daftar prioritas WHO dinyatakan sebagai tanaman obat terbanyak digunakan di dunia ini mengandung glycyrhizin (glisirisin). Kadarnya tak kurang dari 15%. Kurang jelas, apakah asam organik lembut ini yang mampu melawan seriawan atau senyawa lain. Yang pasti, masyarakat telah memanfaatkan daun yang ukurannya mirip daun asam ini sejak lama dan terbukti mampu mengusir "borok" kecil dalam mulut.

Awas, kena getahnya!

Meski tak sepopuler sirih dan saga telik, jambu mete (Anacardium occidentale L.), yang sering pula disebut jambu monyet karena buahnya yang menyerupai kepala monyet, ternyata juga cukup mujarab menyembuhkan seriawan. Tapi yang dimanfaatkan bukan buahnya, melainkan tangkai buah yang sudah masak.

Tangkai buah, yang sering juga disebut buah semu, membengkak menyerupai buah pir atau jambu air karena mengandung saribuah dalam jumlah banyak. Bagian ini sering kali digunakan sebagai salah satu bahan rujak. Atau, dimakan sendiri, sembari ngerumpi setelah makan siang, dengan dicocoli sedikit garam. Hati-hati, jangan terpilih yang muda. Buah semu muda masih banyak mengandung getah yang bisa bikin kulit meradang.

Sebaliknya, buah semu jambu mete yang sudah masak mengandung vitamin C dalam jumlah amat banyak. Kandungannya bisa mencapai 180 mg/100 g. Vitamin C yang pekat ini bersifat astringen (menciutkan) luka seriawan, sehingga kadang-kadang dipakai mempercepat penyembuhan seriawan.

Cara memanfaatkannya adalah dengan memakannya seperti buah biasa. Atau, bisa pula seperti yang dilakukan orang Ternate tempo dulu, yakni berkumur dengan air perasannya. Namun, sebaiknya jangan diminum, sebab rasa asam dan vitamin C-nya yang pekat bisa bikin mulas bila perut tak tahan.

Timun (Cucumis sativus L.), yang sering ditemani tangkai buah jambu monyet saat dirujak, diam-diam juga bisa menyaingi sang teman dalam menyembuhkan seriawan. Dengan memakannya setiap hari dalam jumlah cukup banyak, niscaya buah yang memberi rasa dingin di rongga mulut ini mampu meredam "panas"-nya seriawan. Kali ini memakannya tentu saja tanpa bumbu rujak atau sambal terasi, supaya mulut tidak malah jadi "terbakar".

Seperti dikutip K. Heyne, Voderman dalam Tijdschr. v. Inl. Geneeskundigen 1895 mengaku menyaksikan penderita seriawan, yang berusaha berobat ke Eropa dengan hasil sia-sia. Bahkan, mereka menjadi kekurangan darah. Mereka akhirnya sembuh sempurna setelah setiap hari memakan sembilan buah ketimun selama beberapa bulan sembari melakukan diet ketat terhadap susu, telur, dan anggur.

Sayangnya, senyawa yang dikandung buah yang sangat berair, terutama yang mampu menendang seriawan, belum diketahui akibat sangat langkanya penelitian yang dilakukan.

Sementara itu, nira aren (Arenga pinnata Merr.), yang oleh orang Jawa disebut legen, pun ternyata menurut data empiris bisa mengobati seriawan. K. Heyne mengutip pernyataan Harloff dalam het Geneeskundig Tijdschr. dl I halamam 385 menyatakan nira aren bisa mengobati seriawan dengan hasil yang sering kali menakjubkan.

Untuk itu, penderita mesti minum legen ini tiga gelas setiap hari hingga sembuh. Lagi-lagi, senyawa apa yang menyebabkan kesembuhan seriawan tadi belum terungkap. Yang pasti, cairan yang diperoleh dari tandan bunga jantan pohon aren setelah diiris dan diberi perlakuan fisik ini mengandung kadar gula cukup tinggi, sehingga tidak baik bagi penderita diabetes.

Masih banyak lagi tanaman yang disebut-sebut punya khasiat antiseriawan. Namun, penelitian ke arah itu nampaknya masih belum menarik bagi banyak peneliti. Hal itu nampak dari sangat langkanya hasil penelitian yang bisa dijadikan rujukan.

Untuk sementara, tak ada salahnya mencoba tanaman-tanaman anti seriawan di atas. Selama batasan-batasan pemakaiannya diperhatikan, pengaruh buruk bagi seseorang yang bersamaan waktunya menderita penyakit tertentu bisa dieliminir. Makan jadi enak, bicara pun tak pelo lagi.


 

Blogger news

Blogroll

About