Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula.
Mengertilah,bersabarlah sedikit terhadap aku.
Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu, ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu.
Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku.
Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.
Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku.
Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?
Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tehnologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku.
Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap "mengapa" darimu.
Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku.
Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil.
Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingat.
Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau disamping mendengarkan, aku sudah sangat puas.
Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka.
Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu mulai belajar menjalani kehidupan.
Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku.
Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur, dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu.
Minggu, 21 November 2010
Jam Demi Jam
Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya, "Ayah, bisakah seseorang
melewati seumur hidupnya tanpa berbuat dosa?"
Ayahnya menjawab sambil tersenyum, "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup setahun tanpa berbuat dosa?" ,tanyanya lagi.
Ayahnya berkata: "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sebulan tanpa berbuat dosa?"
Lagi-lagi ayahnya berkata, "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sehari saja tanpa berbuat dosa?" gadis kecil itu
bertanya lagi. Ayahnya mengernyitkan dahi dan berpikir keras untuk
menjawab, "Mmm.. mungkin bisa, nak."
"Lalu.... bisakah seseorang hidup satu jam tanpa dosa? tanpa berbuat jahat
untuk beberapa saat, hanya waktu demi waktu saja, yah? Bisakah?"
Ayahnya tertawa dan berkata, "Nah, kalau itu pasti bisa, nak."
Gadis kecil itu tersenyum lega dan berkata, "Kalau begitu ayah, aku mau
memperhatikan hidupku jam demi jam, waktu demi waktu, momen demi momen, supaya aku bisa belajar tidak berbuat dosa. Kurasa hidup jam demi jam lebih mudah dijalani, ya?"
melewati seumur hidupnya tanpa berbuat dosa?"
Ayahnya menjawab sambil tersenyum, "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup setahun tanpa berbuat dosa?" ,tanyanya lagi.
Ayahnya berkata: "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sebulan tanpa berbuat dosa?"
Lagi-lagi ayahnya berkata, "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sehari saja tanpa berbuat dosa?" gadis kecil itu
bertanya lagi. Ayahnya mengernyitkan dahi dan berpikir keras untuk
menjawab, "Mmm.. mungkin bisa, nak."
"Lalu.... bisakah seseorang hidup satu jam tanpa dosa? tanpa berbuat jahat
untuk beberapa saat, hanya waktu demi waktu saja, yah? Bisakah?"
Ayahnya tertawa dan berkata, "Nah, kalau itu pasti bisa, nak."
Gadis kecil itu tersenyum lega dan berkata, "Kalau begitu ayah, aku mau
memperhatikan hidupku jam demi jam, waktu demi waktu, momen demi momen, supaya aku bisa belajar tidak berbuat dosa. Kurasa hidup jam demi jam lebih mudah dijalani, ya?"
20 Tanda Cinta
CINTA ......???... ..Jika ada seseorang mengatakan kepada orang yang ada dihadapannya: "Saya
mencintaimu !" apakah lantas orang tersebut percaya begitu saja tanpa bukti yang nyata?20 tanda dan bukti cinta Ibnu Qoyyim menyebutkan ada 20 tanda dan bukti cinta:1. MENGHUNJAMKAN PANDANGAN MATA
Pandangan mata seorang pecinta itu hanya tertuju pada orang yang dicintai.2. MALU-MALU
Jika orang yang dicintai memandangnya, maka dari itu didapati seorang
pecinta hanya bisa memandang kebawah, kepermukaan tanah, disebabkan
rasa sungkannya terhadap orang yang dicintainya.3. BANYAK MENGINGAT ORANG YANG DICINTAI
Membicarakan dan menyebut namanya.4. TUNDUK Kepada Perintah Orang Yang Dicintai Dan Mendahulukannya
Daripada Kepentingan Diri Sendiri.5. BERSABAR menghadapi gangguan orang yang dicintai, yaitu bersabar
dalam menghadapi kedurhakaan dan bersabar dalam melaksanakan keputusan
orang yang dicintai.6. MEMPERHATIKAN perkataan orang yang dicintai dan mendengarkannya.7, MENCINTAI TEMPAT DAN RUMAH SANG KEKASIH8. Segera MENGHAMPIRI yang dicintai, kesibukan yang lain ditinggalkan
dan menyukai apapun jalan yang bisa mendekatkan dirinya dengan orang
yang dicintai.9. MENCINTAI APAPUN YANG DICINTAI SANG KEKASIH10. JALAN YANG TERASA PENDEK -padahal panjang- saat mengunjungi sang
kekasih.11. SALAH TINGKAH jika sedang mengunjungi orang yang dicintai atau
sedang dikunjungi orang yang dicintai.12. KAGET dan gregetan tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai
atau tatkala mendengar namanya disebut.13. CEMBURU kepada orang yang dicintai, cemburunya akan bangkit jika
kekasihnya dijahati dan dirampas haknya.14. BERKORBAN apa saja untuk mendapatkan keridhaan orang yang dicintai.15. MENYENANGI apa pun yang membuat senang orang yang dicintai16. SUKA MENYENDIRI.17., TUNDUK DAN PATUH kepada orang yang dicintai.18. HELAAN NAPAS YANG PANJANG DAN KERAP.19. MENGHINDARI hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan yang
dicintai dan membuatnya marah.20. adanya KECOCOKAN antara orang yang mencintai dan yang dicintaiJika tanda dan bukti cinta itu telah ada maka yang perlu dipertanyakan
ditujukan untuk siapakah perasaan cinta itu.
Mencintai Dalam Keheningan
Mencintai seseorang bukan hal yang mudah.
Bagi sebagian orang, termasuk saya tentunya, mencintai orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan.
Lelah ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang antara akal sehat dan nurani.
Lelah ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal meski semuanya menjadi abnormal.
Lelah ketika mata menjadi buta akibat dari perasaan yang membius tanpa ampun.
Lelah ketika imaginasi menjadi liar oleh khayalan yang terlalu tinggi.
Lelah ketika pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti.
Lelah untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar sesimpul senyum atau sebuah sapaan “apa kabar...”
Lelah untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan.
Lelah untuk menahan keinginan untuk melihatnya..
Lelah untuk mencari secuil kesempatan menyentuh atau membauinya.
Lelah dan lelah dan lelah..
Hanya sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih saya pilih..
Diam menunggu sang waktu memberi sebuah moment.
Diam untuk mencatat segala yang terjadi.
Diam untuk memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal.
Diam untuk mencari sebuah jalan keluar yang mustahil.
Diam untuk berkaca pada diri sendiri dan bertanya “apakah aku cukup pantas?”
Diam untuk menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam.
Diam dan dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah..
Dan dalam diam itu pula, saya menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona tetap mengalir..
Sayangnya, dalam keheningan dan diam yang saya rasakan,
lebih banyak rasa galau daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir yang lebih logis.
Galau ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan.
Galau ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka.
Galau ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan
Galau ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup
Galau ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi
Galau ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi
Galau ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.
Apakah mencintai seseorang senantiasa membuat orang bodoh? Tentu tidak.
Namun itu pula yang saya rasakan selama hampir lebih dari 1 tahun.
Dalam kelelahan, diam dan kegalauan yang saya rasakan selama ini, ada rasa syukur atas berkat dari Sang Hidup atas apa yang saya alami.
Syukur ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang.
Syukur ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona diam.
Syukur untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal
Syukur ketika rasa galau merajalela tak terbendung.
Syukur ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa.
Syukur karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan “Aku mencintaimu”
Syukur ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai.
Syukur ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan “aku baik – baik saja”
Syukur atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.
Akhirnya, bagi saya, keputusan untuk mencintai melalui sebaris doa menjadi pilihan yang paling pantas.
Setidaknya, mencintai secara tulus melalui doa, dalam tradisi agama yang saya anut, akan menjadi lebih bermakna,
karena saya diteguhkan dus menjadi berkat atas segala rasa perih yang senantiasa ada didalam diri.
Dalam doa, akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Hidup..
Bahwa mencintai seseorang itu seperti memanggul sebuah salib.
Bahwa terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah.
Bahwa saya juga bukan manusia super..
Bahwa saya juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari.
Bahwa saya juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat.
Bahwa dengan segala kekurangan yang ada, saya berani mencintai..
Bahwa saya bersedia membayar harga dari mencintai seseorang..
Bahwa saya bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa..
Bahwa saya mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar..
Bahwa saya masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup..
Dan hari ini, dari semua pembelajaran yang telah saya terima,
Berkembang menjadi sebuah bentuk KEPASRAHAN.
Sebuah Zona yang terbentuk karena saya merasa tidak berdaya.
Dimana saya merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat segalanya menjadi mungkin.
Dimana saya tidak berani untuk membangun sebuah harapan
Dimana saya tidak berani untuk mengatakan “Aku mencintaimu, mari kita pastikan segalanya, dan semuanya, hanya untuk kita berdua saja”
Dan ini adalah pilihan terakhir yang saya miliki,
Mencintai dalam kepasrahan, tanpa berharap dan tanpa meminta.
Meski sangat susah dan hampir mustahil bagi saya untuk tidak mengingatnya.
Semoga saya bisa.
Dan hingga hari ini, saya masih mencintainya
Saya sadar hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam
Karena bagi saya, lebih susah untuk tidak mencintainya.
Saya sadar ini adalah sebuah salib yang harus saya pikul.
Dalam perjalanan yang melelahkan, dalam diam dan keheningan
Dan tentunya dalam sebuah KEPASRAHAN yang teramat dalam.
Dari saya yang akan selalu mencintaimu dalam diam
.
Sabar Menghadapi Cobaan
Pernahkah kita merasa bahwa Tuhan sedang menguji kita?
Kita cenderung mengatakan kalau kita ditimpa kesusahan maka kita sedang mendapat cobaan dan ujian dari Tuhan. Jarang sekali kalau kita dapat rahmat melimpah dan kebahagiaan kita teringat bahwa itu pun merupakan ujian dan cobaan dari Tuhan. Ada di antara kita yang tak sanggup menghadapi ujian itu dan boleh jadi ada pula di antara kita yang tegar menghadapinya.
Bukankah Tuhan tidak pernah memberikan beban yang melampui kemampuan manusia? Jadi jika kita menghadapi suatu masalah hadapilah masalah tersebut dengan penuh kepasrahan kepada-NYA. Hanya karena Dia-lah segala sesuatu ada dan tidak ada.
Setiap derap kehidupan kita merupakan cobaan dari Tuhan. Kita tak mampu menghindar dari ujian dan cobaan tersebut, yang bisa kita pinta adalah agar cobaan tersebut sanggup
kita jalani. Cobaan yang datang ke dalam hidup kita bisa berupa rasa takut, rasa lapar, kurang harta dan lainnya.
Bukankah karena alasan takut lapar saudara kita bersedia mulai dari membunuh hanya karena persoalan uang seratus rupiah sampai dengan berani memalsu kuitansi atau menerima komisi tak sah jutaan rupiah?
Bukankah karena rasa takut akan kehilangan jabatan membuat sebagian saudara kita pergi ke "orang pintar" agar bertahan pada posisinya atau supaya malah meningkat ke "kursi" yang lebih empuk?
Bukankah karena takut kehabisan harta kita jadi enggan berbagi rejeki kepada sesama?
Bersabarlah. Karena orang sabar akan selalu mendapat rahmat dan karunia Tuhan.
Memang tidak mudah menjadi orang sabar, biasanya kita akan cepat-cepat berdalih, "Yah.. Sabar kan ada batasnya." Atau lidah kita berseru, "Sabar sih sabar.. Saya sih kuat tidak makan enak, tapi anak dan isteri saya?" Memang, manusia selalu dipenuhi dengan pembenaran-pembenar an yang ia ciptakan sendiri.
Karena kita semua adalah adalah milik Tuhan dan kepadaNya-lah kita akan kembali.
Setiap musibah, cobaan dan ujian itu tidaklah berarti apa-apa, kita berasal dari-Nya, dan baik suka maupun duka, diuji atau tidak, kita pasti akan kembali kepada-Nya. Ujian apapun itu datangnya dari Tuhan, dan hasil ujian itu akan kembali kepada Tuhan.
Apakah kita rela bila mobil yang kita beli dengan susah payah hasil keringat sendiri tiba-tiba hilang?
Apakah kita rela bila proyek yang sudah di depan mata, tiba-tiba tidak jadi diberikan kepada kita, dan diberikan kepada saingan kita?
Apakah kita menjadi iri dan dengki kita bila melihat tetangga kita sudah membeli TV baru, mobil baru atau malah rumah baru?
Bisakah kita mengucap pelan-pelan dengan penuh kesadaran, bahwa semuanya dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan?
Kita ini tercipta dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Bila kita mampu mengingat dan mengerti arti kalimat tersebut, di tengah ujian dan cobaan yang menerpa kehidupan kita, maka Tuhan akan memberikan "hadiah" yang setimpal di hari penghakiman nanti.
Sudah siapkah kita menerima "hadiah" yang akan di berikan oleh Tuhan di hari penghakiman nanti?
Kita cenderung mengatakan kalau kita ditimpa kesusahan maka kita sedang mendapat cobaan dan ujian dari Tuhan. Jarang sekali kalau kita dapat rahmat melimpah dan kebahagiaan kita teringat bahwa itu pun merupakan ujian dan cobaan dari Tuhan. Ada di antara kita yang tak sanggup menghadapi ujian itu dan boleh jadi ada pula di antara kita yang tegar menghadapinya.
Bukankah Tuhan tidak pernah memberikan beban yang melampui kemampuan manusia? Jadi jika kita menghadapi suatu masalah hadapilah masalah tersebut dengan penuh kepasrahan kepada-NYA. Hanya karena Dia-lah segala sesuatu ada dan tidak ada.
Setiap derap kehidupan kita merupakan cobaan dari Tuhan. Kita tak mampu menghindar dari ujian dan cobaan tersebut, yang bisa kita pinta adalah agar cobaan tersebut sanggup
kita jalani. Cobaan yang datang ke dalam hidup kita bisa berupa rasa takut, rasa lapar, kurang harta dan lainnya.
Bukankah karena alasan takut lapar saudara kita bersedia mulai dari membunuh hanya karena persoalan uang seratus rupiah sampai dengan berani memalsu kuitansi atau menerima komisi tak sah jutaan rupiah?
Bukankah karena rasa takut akan kehilangan jabatan membuat sebagian saudara kita pergi ke "orang pintar" agar bertahan pada posisinya atau supaya malah meningkat ke "kursi" yang lebih empuk?
Bukankah karena takut kehabisan harta kita jadi enggan berbagi rejeki kepada sesama?
Bersabarlah. Karena orang sabar akan selalu mendapat rahmat dan karunia Tuhan.
Memang tidak mudah menjadi orang sabar, biasanya kita akan cepat-cepat berdalih, "Yah.. Sabar kan ada batasnya." Atau lidah kita berseru, "Sabar sih sabar.. Saya sih kuat tidak makan enak, tapi anak dan isteri saya?" Memang, manusia selalu dipenuhi dengan pembenaran-pembenar an yang ia ciptakan sendiri.
Karena kita semua adalah adalah milik Tuhan dan kepadaNya-lah kita akan kembali.
Setiap musibah, cobaan dan ujian itu tidaklah berarti apa-apa, kita berasal dari-Nya, dan baik suka maupun duka, diuji atau tidak, kita pasti akan kembali kepada-Nya. Ujian apapun itu datangnya dari Tuhan, dan hasil ujian itu akan kembali kepada Tuhan.
Apakah kita rela bila mobil yang kita beli dengan susah payah hasil keringat sendiri tiba-tiba hilang?
Apakah kita rela bila proyek yang sudah di depan mata, tiba-tiba tidak jadi diberikan kepada kita, dan diberikan kepada saingan kita?
Apakah kita menjadi iri dan dengki kita bila melihat tetangga kita sudah membeli TV baru, mobil baru atau malah rumah baru?
Bisakah kita mengucap pelan-pelan dengan penuh kesadaran, bahwa semuanya dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan?
Kita ini tercipta dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Bila kita mampu mengingat dan mengerti arti kalimat tersebut, di tengah ujian dan cobaan yang menerpa kehidupan kita, maka Tuhan akan memberikan "hadiah" yang setimpal di hari penghakiman nanti.
Sudah siapkah kita menerima "hadiah" yang akan di berikan oleh Tuhan di hari penghakiman nanti?
.
Belajar Mencintai
Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, Itulah kesempatan.
Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, Itu bukan pilihan, itu kesempatan.
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, Itupun adalah kesempatan.
Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.
Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, Itu adalah pilihan.
Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain Yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu Dan tetap memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan.
Perasaan cinta, simpatik, tertarik,
Datang bagai kesempatan pada kita.
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan.
Pilihan yang kita lakukan.
Berbicara tentang pasangan jiwa,
Ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat :
"Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil"
Pasangan jiwa bisa benar-benar ada.
Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang
Yang diciptakan hanya untukmu.
Tetapi tetap berpulang padamu
Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak...
Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita, Adalah pilihan yang harus kita lakukan.
Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna
.
Langganan:
Postingan (Atom)