Ketika Pak Heru, atasan saya, memerintahkan untuk mencari klien yang
bergerak di bidang interior, seketika pikiran saya sampai kepada Pak
Azis. Meskipun hati masih meraba-raba, apa mungkin Pak Azis mampu
membuat kios internet, dalam bentuk serupa dengan anjungan tunai
mandiri dan dari kayu pula, dengan segera saya menuju ke bengkel
workshop Pak Azis.
Setelah beberapa kali keliru masuk jalan, akhirnya saya menemukan
bengkel Pak Azis, yang kini ternyata sudah didampingi sebuah masjid.
Pak Azispun tampak awet muda, sama seperti dulu, hanya pakaiannya yang
sedikit berubah. Kali ini dia selalu memakai kopiah putih. Rautnya
cerah, fresh, memancarkan kesan tenang dan lebih santai. Beungeut
wudhu-an ( wajah sering
wudhu), kata orang sunda. Selalu bercahaya.
Hidayah Allah ternyata telah sampai sejak lama, jauh sebelum Pak Azis
berkecimpung dalam berbagai dinamika kegiatan Islam. Hidayah itu
bermula dari peristiwa angin puting-beliung, yang tiba-tiba menyapu
seluruh atap bengkel workshop-nya, pada suatu malam kira-kira
lima tahun silam. "Atap rumah saya tertiup angin sampai tak tersisa
satupun. Terbuka semua." cerita Pak Azis."Padahal nggak ada hujan,
nggak ada tanda-tanda bakal ada angin besar. Angin berpusar itupun cuma
sebentar saja."
Batin Pak Azis bergolak setelah peristiwa itu. Walau uang dan pekerjaan
masih terus mengalir kepadanya, Pak Azis tetap merasa gelisah, stres &
selalu tidak tenang. "Seperti orang patah hati, Ndra. Makan tidak
enak, tidur juga susah."cerita Pak Azis lagi.
Lama-kelamaan Pak Azis menjadi tidak betah tinggal di rumah dan stres.
Padahal, sebelum kejadian angin puting-beliung yang anehnya hanya
mengenai bengkel workshop merangkap rumahnya saja, Pak Azis merasa
hidupnya sudah sempurna. Dari desainer grafis hingga jadi arsitek.
Dengan keserbabisaannya itu, pak Azis merasa puas dan bangga, karena
punya penghasilan tinggi. Tapi setelah peristiwa angin puting-beliung
itu, pak Azis kembali bangkrut, beliau bertanya dalam hati : "apa sih
yang kurang" apa salahku " ?
Akhirnya pak Azis menekuni ibadah secara mendalam "Seperti musafir atau
walisongo, saya mendatangi masjid-masjid di malam hari. Semua masjid
besar dan beberapa masjid di pelosok Bandung ini, sudah pernah saya
inapi." Setahun lebih cara tersebut ia jalani, sampai kemudian akhirnya
saya bisa tidur normal, bisa menikmati pekerjaan dan keseharian
seperti sediakala.
"Bahkan lebih tenang dan santai daripada sebelumnya."
"Lebih tenang ? Memang Pak Azis dapet hikmah apa dari tidur di masjid
itu ?"
"Di masjid itu ' kan tidak sekedar tidur, Ndra. Kalau ada shalat malam,
kita dibangunkan, lalu pergi wudhu dan tahajjud. Karena terbiasa,
tahajjud juga jadi terasa enak.
Malah nggak enak kalau tidak shalat malam, dan shalat-shalat wajib yang
lima itu jadi kurang enaknya, kalau saya lalaikan. Begitu, Ndra."
"Sekarang tidak pernah terlambat atau bolong shalat-nya, Pak Azis ?"
"Alhamdulillah. Sekarang ini saya menganggap bhw yg utama itu adalah
shalat. Jadi, saya dan temen-temen menganggap kerja itu cuma sekedar
selingan aja."
"Selingan ?"
"Ya, selingan yang berguna. Untuk menunggu kewajiban shalat, Ndra."
Untuk beberapa lama saya terdiam, sampai kemudian adzan ashar mengalun
jelas dari masjid samping rumah Pak Azis. Pak Azis mengajak saya untuk
segera pergi mengambil air wudhu, dan saya lihat para pekerjanyapun
sudah pada pergi ke samping rumah, menuju masjid. Bengkel workshop itu
menjadi lengang seketika. Sambil memandang seluruh ruangan bengkel,
sambil berjalan menuju masjid di samping workshop, terus
terngiang-ngiang di benak saya : "Kerja itu cuma selingan, Ndra. Untuk
menunggu waktu shalat..."
Sepulangnya dari tempat workshop, sambil memandang sibuknya lalu lintas
di jalan raya, saya merenungi apa yang tadi dikatakan oleh Pak Azis.
Sungguh trenyuh saya, bahwa setelah perenungan itu, saya merasa
sebagai orang yang sering berlaku sebaliknya. Ya, saya lebih sering
menganggap shalat sebagai waktu rehat, cuma selingan, malah saya
cenderung lebih mementingkan pekerjaan kantor. Padahal
sholat yang akan bantu kita nantinya...( sungguh saya orang yang
merugi..)
Kadang-kadang waktu shalat dilalaikan sebab pekerjaan belum selesai,
atau rapat dengan klien
dirasakan tanggung untuk diakhiri.
Itulah penyebab dari kegersangan hidup saya selama ini. Saya lebih
semangat dan habis-habisan berjuang meraih dunia, daripada
mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan kekal di akhirat nanti.
padahal dunia ini akan saya tinggalkan.. juga ..........kenapa saya
begitu bodoh..
Saya lupa, bahwa shalat adalah yang utama.
Mulai saat itu saya berjanji untuk mulai shalat di awal waktu..
Kalau Anda tidak mengirimkan email ini ke temen Anda....ya ga papa sih.
Cuma kalo dikirim mungkin ada gunanya bagi mereka gitu loh.
0 comments:
Posting Komentar