Orang banyak mengenal keladi tikus sebagai umbi talas yang bisa menjadi salah satu bahan untuk makanan. Jenisnya pun bermacam-macam. Di Papua, talas menjadi bahan makanan pokok. Namun keladi tikus berbeda lagi dari yang biasa. Keladi tikus lebih banyak dijadikan bahan untuk obat tradisional. Typhonium flagiliforme mulai banyak dan semakin dikenal sebagai bahan untuk obat pembasmi kanker payudara.
Mengapa disebut “keladi tikus”? Ini karena ukurannya lebih kecil daripada keladi biasa. Ukuran tingginya mencapao 10 hingga 45 centimeter. Bagian yang lebih mirip binatang tikus adalah mahkota bunganya yang berwarna putih, berbentuk panjang kecil, mirip ekor tikus.
Tanaman berbatang basah ini banyak tumbuh di tempat terbuka pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air laut. Daun tunggalnya muncul dari umbi. Bentuk daunnya bulat dengan ujung meruncing berbentuk hati. Warnanya hijau segar. Umbi keladi tikus ini berbentuk bulat rata sebesar buah pala. Bagian dalam maupun luar umbi berwarna putih. Untuk perkembangbiakannya, bisa menggunakan umbinya atau anakan yang tumbuh dari umbi tersebut. Pada musim kemarau, batangnya menghilang. Sedangkan pada musim hujan, umbuhan ini muncul lagi di atas permukaan tanah dari umbi yang terpendam di dalam tanah.
Menurut Potopoy Pasau yang banyak menggunakan keladi tikus sebagai obat tradisional, tanaman ini tak berdaun di musim panas. Karena itu, terkadang ia merasa kesulitan menemukannya. Ia mengaku, untuk obat tradisional, ia tak mengembangbiakan sendiri, melainkan mencari di tempat-tempat tumbuhnya keladi tikus ini.
Berikut adalah sebuah artikel wawancara dengan Yap, seorang penderita kanker yang berhasil sembuh setelah mengkonsumsi Keladi Tikus.
Setelah bertahun-tahun berjuang melawan kanker, Yap dinyatakan sembuh pada 5 Agustus 1994. Saya memiliki kesempatan bertemu Yap pada 18 Maret 1999. Anda bisa melihat percakapan kami dalam video di situs kami: www.cacare.com Di bawah ini adalah cuplikan wawancara.
Saya terserang 3 kanker. Satu di usus, 15 tahun lalu. Yang kedua pada rektum 10 tahun setelah yang pertama. Akibatnya saya harus mengenakan colostomy bag selama hidup saya. Kemudian datang serangan kanker ketiga, di belakang kelenjar prostat. Segera setelah kemoterapi kedua, kanker itu kembali lagi. Dokter mengatakan bahwa ia tak bisa melakukan apa-apa; ia tak bisa melakukan radioterapi karena kanker itu berada di belakang kelenjar prostat. Selain itu, setelah tiga kali operasi ia tak bisa mengoperasi saya lagi. Ia hanya bisa memberi saya kemoterapi.
Saya bertanya pada Dokter, “Saya sudah menyelesaikan kemoterapi dan Anda menyuruh saya melakukannya lagi. Ini berarti sel kankernya tidak terpengaruh oleh kemoterapi?” Dokter mengiyakan. Jadi saya pulang dan menolak, tentu saja, untuk menjalani kemoterapi.
Saya merenungkan bagaimana supaya bisa meninggal secara terhormat. Penderita kanker selalu meninggal dengan menyedihkan, dengan sakit di sekujur tubuhnya. Selain itu, terkadang bahkan morfin tak bisa mengurangi rasa sakitnya. Dalam kasus saya, saya tahu bahwa kemoterapi tak akan membantu, terutama setelah kanker kedua menyerang saya.
Pertanyaan: Anda sudah berjuang melawan kanker sejak bertahun-tahun lamanya. Apa yang dikatakan dokter? Apakah Anda memiliki kesempatan?
Saya hampir menyerah. Dokter hanya bisa memberikan kemoterapi, yang ia sendiri tahu takkan berpengaruh pada saya. Mengetahui hal ini, saya beralih pada Keladi Tikus, bukan karena saya mempercayainya. Kenyataannya, kesan pertama saya adalah menjijikkan. Untungnya, istri saya percaya dan ia mau bergantung pada harapan sekecil apapun. Saya menjadi semakin skeptis setelah mengetahui bahwa ini hanya sebuah tanaman. Seorang teman yang memberikan Keladi Tikus pada saya juga mengalami kanker paru-paru. Dokternya mengetahui bahwa ia tak bisa dioperasi karena kankernya telah menyebar di seluruh bagian paru-paru. Mereka membiarkannya, tak melakukan apa-apa. Ia seharusnya meninggal setelah empat bulan, tapi itu tidak terjadi.
Malahan ia merekomendasikan Keladi Tikus pada saya. Ia memberikan Keladi Tikus sendiri, dan istri saya percaya padanya. Karena tak ada ruginya, maka saya pun meminum sarinya. Rasanya tidak enak. Saat saya mengkonsumsi Keladi Tikus, rasa sakit karena kanker menghilang hampir dalam sekejap. Saya pikir jika saya mengkonsumsinya setiap hari, saya bisa meninggal dengan terhormat.
Awalnya saya mengkonsumsi dengan enggan.. sampai dua minggu kemudian — saya sadar bahwa ini cukup ilmiah. Saya memutuskan untuk mencoba. Saya kembali ke dokter saya dan meminta kemoterapi sembari mengkonsumsi Keladi Tikus — ini lebih kepada pembalasan untuk membunuh sel-sel kanker itu sebelum mereka membunuh saya! Dan setelah itu, kanker tak pernah muncul lagi.
Pada awalnya, saya mengkonsumsi sari Keladi Tikus tiga kali 50 gram per hari. Saat itu berat saya setengah dari saat ini. Berat saya sekitar 45 kg. Sekarang saya 77 kg. Saya selalu bersikeras dan memberitahu semua orang: tak ada salahnya.
Pertanyaan: Masyarakat bersikap skeptis tentang ini. Saat Anda mengkonsumsi Keladi Tikus, hal itu bisa mempengaruhi kemoterapi. Anda bilang Anda mengkonsumsi Keladi Tikus sembari menjalankan kemoterapi. Apa ada pengaruhnya bagi perawatan Anda?
Saya menjalankan keduanya. Saat itu saya tak risau apakah ini akan mempengaruhi kemoterapi atau tidak. Kemoterapi saja tidak efektif. Apa lagi yang bisa saya lakukan untuk tetap hidup?
Pertanyaan: Saat Anda selesai dengan kemoterapi, apakah Anda melanjutkan konsumsi Keladi Tikus?
Oh, ya. Dari sudut pandang kesehatan — setelah operasi, radioterapi, dan kemoterapi — tak ada apa-apa lagi untuk pasien kanker. Jika sel kankernya masih hidup, itu berarti tinggal menunggu kematian.
Setidaknya sekarang kita memiliki Keladi Tikus yang relatif tidak berbahaya. Saya telah mengkonsumsinya selama dua sampai tiga tahun. Saya meminum sarinya tiga kali sehari selama beberapa bulan. Setelah itu saya mengurangi dosisnya menjadi dua kali sehari — mengkonsumsinya dengan sangat khidmat selama delapan setengah bulan. Kemudian saya melakukan check-up dan untungnya, kanker telah hilang.
Dokter tentu saja sangat senang akan hal ini. Saya pergi ke Australia untuk pemeriksaan kesehatan lainnya dan dokter di Australia mengkonfirmasi bahwa saya telah bebas dari kanker.
Setelah satu setengah tahun berjuang, saya dinyatakan bebas kanker pada 5 Agustus 1994. Semuanya tidak sia-sia. Sekarang saya berbagi kebahagiaan dengan Anda.
Kanker normalnya dipandang bukan hanya sebagai penyakit namun juga sebagai vonis kematian. Bagaimana mungkin kita menggantungkan harapan pada sesuatu sementara semuanya kelihatan tak berdaya? Kebanyakan orang menyerah saat menghadapi pengalaman yang sangat menyakitkan. Mereka berpikir tak ada gunanya untuk terus hidup. Kematian yang singkat lebih baik. Saya menolak untuk menerima kekalahan. Hidup terlalu penting untuk dihancurkan oleh musuh di dalamnya. Saya harus melawan kanker secara fisik, emosi, dan psikologi. Dan saya menang.
Diambil dari buku Cancer Yet They Live.
Saat artikel tersebut ditulis, Yap masih aktif dan sehat, menjalani hidup bebas kanker.
untuk obat silahkan liat disini
0 comments:
Posting Komentar